Pilkada Melalui DPRD Mendekati Kenyataan, Komisi II Rumuskan Formula Antisipasi Terjadinya Politik Uang
JAKARTA – Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda, menyatakan wacana pemilihan kepala daerah (pilkada) melalui DPRD atau pemilihan tidak langsung, harus mengantisipasi terjadinya premanisme politik dan praktik politik uang agar tidak mengulangi sejarah kelam pilkada masa lalu. Karena itu, Komisi II DPR akan merumuskan formula yang tepat dalam menyusun aturan tentang pemilihan kepala daerah.
“Kita harus mencari formula yang tepat agar korupsi dan money politics itu tidak beralih ke partai politik dan DPRD, agar traumatik politik masa lalu tidak terulang,” ujar Rifqinizamy dalam keterangan tertulis mengutip dpr.go,id, Selasa (17/12/2024).
Legislator Fraksi Partai NasDem itu menjelaskan, berdasarkan ketentuan UU No. 22/1999 tentang Pemerintah Daerah, pemilihan sempat dilakukan melalui DPRD. Namun dalam implementasinya justru kontraproduktif dari harapan. Bahkan, pemilihan melalui DPRD saat itu tak menjawab masalah tentang dampak pemilihan langsung, seperti politik uang.
Lihat juga Kepala Daerah Dipilih DPRD akan Sandera Kedaulatan Rakyat
Untuk itu, imbuh dia, Komisi II DPR akan mempertimbangkan sejumlah aspek agar formulasi aturan dalam pengaturan pemilihan kepala daerah dapat relevan dan berkesesuaian dengan cita-cita demokrasi yang bertumbuh.
“Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang dulu mengamanatkan pemilihan gubernur, bupati, wali kota melalui DPRD, diwarnai oleh aksi premanisme politik dan politik uang di berbagai tempat. Kita harapkan hal semacam itu tidak terulang kembali,” tegas wakil rakyat Daerah Pemilihan Kalimantan Selatan I itu.
Dia menambahkan, politik uang yang terjadi dalam praktik pemilihan langsung maupun tidak langsung menjadi pertimbangan dalam implementasi sistem pilkada.
“Usul agar budaya dan kultur politik kita tidak barbarian, termasuk soal money politics, menjadi salah satu pertimbangan penting kenapa pemilihan itu tidak lagi dilakukan secara langsung,” pungkas Rifqi.
Sandera Kedaulatan Rakyat
Semebelumnya, Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini mengatakan, mengembalikan Pilkada ke DPRD tidak serta merta akan menghilangkan politik uang danenciptakan efisiensi anggaran.
“Yang menjadi akar persoalannya, yaitu buruknya penegakan hukum dan demokrasi di internal partai tidak pernah benar-benar dibenahi dan diperbaiki,” kata Titi melalui pesan Whatsapp, Selasa, (17/12/2024).
Dikatakan Titi, wacana tersebut tidak menyelesaikan persoalan yang ada dari ruang publik ke dalam ruang-ruang tertutup di DPRD. Apabila tetap dilanjutkan, dampaknya akan menyandera kedaulatan rakyat dan masyarakat semakin dijauhkan dari urusan-urusan publik.
“Tata kelola bernegara hanya menjadi urusan eksklusif dari politisi partai politik. Hal itu bisa bisa tereskalasi menimbulkan ketidakpuasan dan juga kemarahan politik yang bisa berdampak buruk bagi kepercayaan publik,” tuturnya.
Titi menegaskan, sebelum pemilihan kepala daerah dilakukan langsung oleh rakyat, keluhan pemilihan di DPRD adalah sama yaitu soal mahalnya harga per kursi dan joroknya proses pemilihan.
Ditegaskan Titi, permasalahan utamanya adalah perilaku koruptif aktor politik yang membuat politik uang marak dan biaya mahal. Sehingga solusi yang sangat mendesak adalah Revisi Undang-undang Partai Politik.
“Revisi UU Partai Politik menjadi suatu keniscayaan agar parpol bisa berfungsi seutuhnya sebagai instrumen demokrasi yang juga menerapkan praktik demokrasi di internal partai secara konsisten dan berkesinambungan,” tegasnya.
Dosen di Universitas Indonesia ini menyarankan agar pemerintah fokus menata demokrasi di Indonesia daripada membuat narasi kontroversial. Karena narasi kontrovers bisa mengganggu pemerintahan dalam melaksanakan program pembangunan dan pemenuhan janji politik.
Titi menambahkan, Pilkada langsung oleh rakyat juga harus dievaluasi terkait kandidasi calon. Karena pengaruh parpol sangat besar dalam pencalonan yang mengakibatkan tingginya angka golput di Pilkada.
“Pemilih merasa tidak terwakili dan kecewa dengan calon-calon yang diusung oleh partai. Hal tersebut bisa semakin buruk apabila pemilihan benar-benar sepenuhnya dilakukan tidak langsung melalui wakil-wakil partai di DPRD,” pungkasnya. (red)