Nasib RUU Perampasan Aset dan KPU Ogah Ubah PKPU 19/2023
BANTEN- Nasib Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset yang tak kunjung direstui oleh DPR dan sikap KPU RI yang tak mau mengubah Pertaturan KPU Nomor 10/2023 menjadinisu menarik pekan ini.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana, mengatakan, RUU Perampasan Aset hanya sebuah wacana untuk meredam kritik-kritik masayarakat terhadap pembentuk legislasi. Jadi sebenarnya, penyebab yang seringkali kita tangkap terkait lemahnya legislasi belakangan terakhir.
“Undang-undang perampasan ini kenapa sangat didambakan masyarakat, akademisi, didambakan penegak hukum, karena mengubah pendekatan penegakan hukum pidana,” jelas Kurnia dikutip dari channel youtube Satu Visi Utama, (18/5/2023).
Lanjut Kurnia, kalau kita menggunakan UU pencucian uang, tindak pidana korupsi, itu pendekatan impersonal, karena pendekatan ke pribadi orang yang bersangkutan. Tapi jika menggunakan UU perampasan aset, tidak lagi menggunakan pendekatan impersonal tapi pendekatannya aset.
Lihat juga Jalan Semaun Bakri Perempatan Pasar Rau Kota Serang Rusak, Hanya Ditimbun Batu
Sehingga, imbuhnya, aset yang dihadirkan tanpa memikirkan apakah yang mempunyai aset ini punya kesalahan atau tidak. Aspek kesalahan dalam persidangan itu diabaikan dan dihadirkan di persidangan diumumkan siapa yang memiliki asetnya.
“Ketika dia datang dia tidak membuktikan kesalahan dia, tapi memastikan dia memperoleh aset ini dari hal yang benar atau tidak. Ketika dia tidak berhasil, aset itu dirampas untuk negara,” pungkasnya.
Sementara itu, Emerson Yunto dari Visi Integritas, menduga, sebenarnya tidak ada keinginan dari lembaga legislatif untuk membahas dan mensahkan RUU Perampasan aset ini.
“Bisa jadi mereka menjadi pihak-pihak yang dirugikan kalau UU ini jadi,” ungkap Emerson.
Jadi, tambah Emerson, semangatnya saat ini untuk memiskinkan koruptor, karena tidak cukup hanya dengan menjatuhkan hukuman maksimal. Sebab menurutnya, setelah di proses secara hukum para koruptor masih tetap kaya raya.
“Alternatif yang lain adalah lewat RUU Perampasan Aset. Jadi tidak hanya pelakunya dihukum tapi aset-asetnya juga dirampas untuk negara,” imbuhnya.
Menurutnya, meskipun RUU ini banyak didambakan oleh masyarakat, tapi RUU ini tidak diinginkan oleh politisi karena mereka tidak terlalu nyaman dengan adanya RUU perampasan aset ini.
PKPU No.10 Tahun 2023 Mengancam Keterwakilan Perempuan
Masyarakat peduli keterwakilan perempuan sayangkan apabila KPU RI mengikuti Saran Komisi II DPR RI. Komisi II meminta agar KPU tidak mengubah PKPU Nomor 10 Tahun 2023 yang mengancam keterwakilan perempuan.
Direktur eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati, mengatakan, sangat disayangkan dan mengecewakan apabila KPU tidak merubah PKPU Nomor 10 Tahun 2023.
“Ternyata walaupun sudah melakukan konferensi pers akan melakukan revisi tetapi ternyata KPU tidak dapat bersikap independen setelah adanya rapat konsultasi dengan Pemerintah dan DPR,” jelasnya.
Lanjut Khoirunnisa, sebenarnya KPU bisa memutuskannya secara mandiri, karena sudah ada putusan MK bahwa hasil konsultasi tidak mengikat. Apa yang diatur dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a ini melanggar undang-undang Pemilu, karena undang-undang menyatakan pencalonan sekurang2nya 30% perempuan.
Pasal ini menyebabkan penghitungan menyebabkan tidak melampaui 30% pencalonan. Lalu 30% pencalonan ini harus dipenuhi di setiap daerah pemilihan bukan dari total keseluruhan calon yang ada. Sehingga alasan sudah 30% dari semua total calon itu tidak bisa menjadi alasan untuk tidak merevisi PKPU ini, karena pada dasarnya PKPU ini tidak sejalan dengan UU Pemilu.
“Sekarang salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan menempuh uji materi ke Mahkamah Agung (MA). Dengan cara ini lah bisa mengoreksi PKPU yang tidak sesuai dengan UU Pemilu,” pungkasnya. (*/red)