Terhipnotis Euforia Kampanye Capres-Cawapres, Kampanye Pileg Terabaikan
Pengalaman panjang perjalanan penyelenggaraan Pemilu telah dimiliki Indonesia, yang pertama kali dilaksanakan pada tahun 1955 untuk memilih anggota DPR dan Konstituante. Banyak pihak menilai bahwa Pemilu 1955 diselenggarakan secara demokratis (Feith 1999). Tercatat dalam sejarah telah diselenggarakan 12 kali Pemilu di Indonesia yaitu pada tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009, 2014, dan 2019.
Penyelenggaraan Pemilu Legislatif dengan Pemilu Presiden secara serentak membuat skala penyelenggaraan Pemilu di Indonesia menjadi luar biasa besar. Pemilu 2019 adalah pesta demokrasi terbesar sepanjang sejarah Indonesia dan akan kembali terulang pada Pemilu 2024. Pemilu 2019 juga merupakan Pemilu satu hari terbesar di dunia.
Sejak Pemilu 2004, saat Indonesia untuk pertama kalinya menyelenggarakan Pemilu serentak empat kotak untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota Pemilu Indonesia sudah disebut sebagai pemilu satu hari terbesar di dunia (the largest election ever held in one day in the world). Sebutan itu antara lain disematkan oleh majalah Far Eastern Economic Review.
Pelaksanaan Pemilu 2024 telah memiliki dasar hukum yang diatur dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 Tentang Pemilu. Pemilu serentak tahun 2024 telah memasuki masa-masa akhir atau masa paling krusial dimana saat ini telah memasuki tahapan kampanye yang telah dimulai sejak 28 November 2023 sampai 10 Februari 2024 sebelum pada akhirnya akan melakukan pemungutan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 14 Februari 2024.
Lihat juga Hukum dan Kekuasaan
Pemilu Serentak 2024 atau yang dalam sebutan lain disebut Pemilu 5 kotak sangatlah kompleks karena dalam satu hari, masyarakat Indonesia harus memilih capres-cawapres, DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan DPD RI.
Menurut Rogers dan Storey (1987) mendefinisikan kampanye sebagai serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan untuk menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu. Sedangkan menurut Rajasundarman (1981) kampanye dapat diartikan sebagai pemanfaatan berbagai metode komunikasi yang berbeda secara terkoordinasi dalam periode waktu tertentu yang ditujukan untuk mengarahkan khalayak pada masalah tertentu berikut pemecahannya.
Dalam PKPU Nomor 15 Tahun 2023 dijelaskan, Kampanye Pemilu adalah kegiatan peserta Pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh Peserta Pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri. Kampanye Pemilu merupakan wujud dari pendidikan politik masyarakat yang dilaksanakan secara bertanggung jawab.
Sesuai dengan pasal 26 PKPU Nomor 15 Tahun 2023 kampanye dapat dilakukan dengan berbagai metode yakni pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka dan dialog, penyebaran bahan kampanye kepada umum, pemasangan alat peraga kampanye, media sosial, iklan media cetak, media elektronik, media dalam jaringan, rapat umum, debat Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden serta kegiatan lain yang tidak melanggar larangan Kampanye dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan jajak pendapat Kompas yang dilakukan 20-23 November 2023. Secara umum, 76,5 persen masyarakat yang mengikuti jajak pendapat lebih tertarik mengikuti kampanye pemilihan presiden-wakil presiden. Sementara hanya 12,3 persen responden yang lebih tertarik dengan kampanye calon anggota legislatif dan sisanya cenderung menjawab di “tengah-tengah”, yakni mengaku tertarik pada keduanya.
Jika dilihat dari hasil jajak pendapat tersebut, masyarakat lebih cenderung terbawa euforia kampanye capres-cawapres dan cenderung abai terhadap kampanye legislatif. Masa kampanye yang singkat ini juga membuat para calon anggota legislatif (caleg) harus mengubah strateginya dalam berkampanye.
Masa Kampanye Lebih Singkat
Seperti diketahui, masa kampanye Pemilu 2024 jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan kampanye Pemilu 2019 yang memakan waktu hingga 7 bulan. Sedangkan kampanye Pemilu 2024 hanya 75 hari sehingga hal ini menjadi salah satu faktor yang membuat masyarakat terhipnotis oleh euforia kampanye capres-cawapres yang sangat gencar baik di media sosial maupun secara tatap muka.
Sehingga, fenomena ini mungkin saja akan berpengaruh pada partisipasi masyarakat terhadap pemilihan legislatif pada hari pemungutan suara 14 Februari 2024. Masa kampanye yang sempit juga akan menambah minim informasi masyarakat terkait rekam jejak calon anggota legislatif yang akan dipilih pada Pemilu 2024.
Jika berkaca pada penyelenggaraan Pemilu 2019 yang masa kampanyenya jauh lebih panjang daripada Pemilu 2024, angka partisipasi masyarakat pada Pemilu 2019 jumlah suara sah dan tidak sah pada Pilpres adalah 158.012.506. Sedangkan jumlah suara sah pada Pemilu 2019 sebanyak 154.257.601 dan suara tidak sah mencapai 3.754.905 atau 2,37 persen dari total suara sah dan tidak sah Pilpres 2019. Suara sah Pemilihan Anggota DPR RI yakni 139.971.260. Suara tidak sah Pileg mencapai 17.503.953 atau 11,12% hampir 4 kali lipat dari suara tidak sah di Pilpres padahal angka toleransi suara tidak sah Pemilu di dunia hanya 3-4%.
Pendeknya masa kampanye menjadi tantangan tersendiri bagi caleg, waktu kampanye yang sempit membuat para caleg tidak mungkin untuk berkampanye di semua daerah. Hal ini bisa membuat interaksi antara caleg dan pemilih berkurang dan tidak bisa menyampaikan visi misi secara utuh kepada calon pemilihnya. Selain itu, sempitnya masa kampanye juga akan berimplikasi pada minimnya pengetahuan masyarakat tentang rekam jejak yang akan mereka pilih pada hari pemungutan suara.
Kemungkinan terbesar yang akan terjadi apabila minimnya pengetahuan masyarakat terkait caleg yaitu berakibat pada banyaknya surat suara Pileg yang tidak dicoblos oleh masyarakat karena tidak tahu harus memilih siapa.
Jumlah caleg yang sangatlah banyak membuat masyarakat tidak mungkin mengenali seutuhnya siapa caleg tersebut. Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan Daftar Calon Tetap (DCT) DPR RI pada 03 November 2023 dari 84 daerah pemilihan (dapil) sebanyak 9.917 caleg untuk memperebutkan 580 kursi yang ada di Senayan. Sedangkan untuk calon anggota DPD RI yang telah ditetapkan yaitu sebanyak 668 dari 38 Provinsi yang ada di Indonesia untuk memperebutkan 152 kursi.
Tidak sampai disitu, pasca ditetapkannya DCT, informasi tentang caleg yang disediakan oleh KPU melalui laman infopemilu.kpu.go.id juga sangatlah minim. Sehingga masyarakat tidak bisa mengetahui secara mendalam terkait riwayat pendidikan, riwayat organisasi, maupun informasi lainnya yang bisa dijadikan pertimbangan bagi masyarakat untuk menentukan pilihannya. Penyelenggaraan Pemilu 2024 hanya tinggal menghitung hari lagi dan masyarakat dihadapkan pada realita minimnya informasi caleg yang akan mewakilinya sebagai Wakil Rakyat selama 5 tahun kedepan. (*)