Putusan MA : Bisa Untungkan Kaesang, Membuat Pasal Jadi Bertentangan dengan UU
BANTEN – Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 P/HUM/2024 tentang penghapusan syarat usia minimal pencalonan bisa menjadi karpet merah untuk putra Presiden Joko Widodo yaitu Kaesang Pangarep maju di Pilkada 2024.
MA pada Rabu 29 Mei 2024 telah memutus perkara uji materi dengan Nomor 23 P/HUM/2024 terkait pengujian PKPU No. 9 Tahun 2020 terhadap UU No. 7 Tahun 2017.
Perkara yang dimohonkan oleh Partai Garuda tersebut pada intinya mempersoalkan ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf d PKPU 9/2020 yang mengatur terkait persyaratan calon kepala daerah.
Partai Garuda menilai bahwa ketentuan pasal a quo tersebut bertentangan dengan syarat calon kepala daerah yang tercantum di dalam Pasal 7 huruf e UU 10/2016. Hal itu berkaitan dengan adanya ketentuan terkait dasar penghitungan usia minimal untuk calon kepala daerah yang dihitung sejak penetapan calon kepala daerah.
Lihat juga Pilkada 2024, Pertaruhan Harga Diri Partai Politik
Oleh karenanya putusan tersebut berpotensi menjadi karpet merah bagi Kaesang untuk maju di Pilkada 2024 yang saat ini usianya belum genap 30 tahun pada saat penetapan calon.
Menganggapi hal tersebut, Pengamat Politik dan Kebijakan Publik yang juga Dosen Magister Administrasi Publik Universitas Esa Unggul, Harits Hijrah Wicaksana mengatakan, masyarakat bisa melihat putusan tersebut dari berbagai sudut pandang. Salah satunya yaitu putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang syarat usia minimal pencalonan presiden dan wakil presiden.
Hal itu karena pasca putusan MK akhirnya putra Jokowi yang merupakan kakak kandung Kaesang Pangarep yaitu Gibran Rakabuming Raka akhirnya maju sebagai calon wakil presiden. Sehingga putusan MA apabila ditindaklanjuti oleh KPU akan sama seperti pasca putusan MK.
“Putusan MA jelas sekali dibawahnya ada Kaesang yang kita tahu Ketua Umum PSI belum genap 30 tahun. Maka dengan tidak diberlakukan batas usia (minimal 30 tahun) Kaesang bisa maju di Pilkada,” ungkap Harits melalui pesan Whatsapp, Jumat, (31/05/2024).
Menurut Harits, apabila akhirnya putusan ini membuat Kaesang maju di Pilkada maka akan menjadi conflict of interest. Selain itu, tidak banyak tokoh di bawah usia 30 tahun yang memiliki modal cukup untuk maju sebagai calon kepala daerah kecuali memiliki privilege sebagai anak presiden.
“Walaupun banyak orang yang bisa maju dalam kontestasi Pilkada tanpa privilege tidak akan menang juga. Cost paling utama, modal sangat besar baik kampanyenya, branding dan sebagainya,” katanya.
Jika belajar dari pengalaman pasca putusan MK di Pilpres lalu, kata Harits, maka sangat besar potensinya Kaesang maju di Pilkada. Ia meminta agar masyarakat dalam memilih calon kepala daerah melihat rekam jejaknya sebelum menentukan pilihan.
Bertentangan dengan UU
Sementara itu, dalam keterangan persnya, Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati mengungkapkan, pengujian materi ini dinilai mencoba mengotak-atik dan mencari celah peraturan perundang-undangan terkait pemilu/pilkada untuk kebutuhan kelompok tertentu.
Kata Khoirunnisa, Perludem melihat MA telah mencampuradukkan antara syarat calon untuk menjadi kepala daerah dan syarat pelantikan calon kepala daerah.
Dikatakan, MA mencoba melandasi pertimbangannya dengan mencontohkan penerapan ketentuan persyaratan umur yang diatur terhadap jabatan-jabatan di dalam pemerintahan.
“Perludem menilai bahwa MA telah gagal dalam menafsirkan ketentuan Pasal 7 huruf e yang mengatur syarat calon bukannya syarat pelantikan calon terpilih,” ujarnya.
Oleh karenanya, ungkap Khoirunnisa, Perludem menilai KPU tidak dapat menindaklanjuti putusan ini karena sifatnya yang menyebabkan perubahan frasa pasal a quo menjadi bertentangan dengan ketentuan UU Pilkada.
“Perludem juga mendorong Komisi Yudisial untuk melakukan pemeriksaan kepada majelis hakim yang bertugas dalam perkara uji materi ini,” imbuhnya. (ukt)