Hakim PN Serang Vonis Tiga Warga Kampung Cibetus Padarincang Satu Tahun Penjara

BANTEN – Tiga warga kampung Cibetus Desa Curug Goong, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang dijatuhi vonis 1 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Serang pada kasus protes kandang ayam milik PT Sinar Ternak Sejahtera (STS) yang berujung pembakaran pada November 2024 silam. Putusan tersebut lebih rendah ketimbang tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Banten.
Ketiga terdakwa yang divonis satu tahun penjara yakni Usup, Didi, dan Nasir. Putusan dibacakan oleh Ketua Hakim Diah Astuti Miftafiatun di ruang sidang PN Serang, Senin (30/06/2025). Ketiganya dinilai terbukti melanggar Pasal 170 ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan tunggal JPU. Mereka sebelumnya, dituntut 1 tahun dan 3 bulan penjara.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Satu Didi, terdakwa dua Nasir, terdakwa tiga Usup dengan pidana penjara masing-masing 1 tahun dikurangi selama terdakwa dalam tahanan,” kata Diah kepada ketiga terdakwa disaksikan JPU Kejati Banten Raden Isjuniyanto dan kuasa hukum terdakwa.
Baca juga Mural Solidaritas Warga Cibetus Hiasi Kota Serang
Dalam pertimbangannya, Hakim Anggota Bony Daniel mengatakan, mengenai keadaan yang memberatkan vonis para terdakwa melakukan penolakan terhadap proses hukum. Kemudian keadaan yang paling memberatkan yakni perbuatan para terdakwa dengan kelompoknya merupakan tindakan main hakim sendiri.
“Fakta hukum menunjukan bahwa upaya mediasi (antara warga dan PT STS) pernah diinisiasi tapi ditolak oleh kelompok yang kontra yang menunjukan adanya keengganan menempuh jalur dialog,” ujarnya.
Bony menuturkan para terdakwa mengangkat diri mereka menjadi penuntut, hakim, dan eksekutor terhadap PT STS. Tindakan terdakwa katanya secara filosofi merupakan regresi keadaan alamiah di mana kekuatan fisik menentukan kebenaran.
“Sebuah kondisi yang justru ingin dihindari dengan pembentukan negara dan hukum,” tuturnya.
Bony menegaskan, majelis tidak sepakat dengan argumen bahwa para terdakwa merupakan pejuang lingkungan yang berusaha mempertahankan ruang hidupnya. Alasannya, upaya protes tidak dilakukan dengan mediasi atau dialog melainkan dengan kekerasan.
Dikatakan Bony, sedangkan mengenai keadaan yang meringankan, yakni sikap para terdakwa terus terang selama persidangan. Kemudian perbuatan para terdakwa juga hanya merusak barang dan tidak terjadi kekerasan fisik terhadap orang.
“Fakta bahwa energi kemarahan kolektif yang begitu besar kepada benda benda mati dan tidak menyasar keselamatan jiwa menunjukan bahwa meskipun dalam kondisi chaos, masih terdapat batas batas yang tidak dilampaui oleh para terdakwa,” tuturnya.
Hakim memberi waktu selama tujuh hari kepada JPU dan kuasa hukum terdakwa untuk menyatakan apakah akan banding atau menerima putusan.
Sementara itu, Rizal Hakiki, Penasihat Hukum dari para terdakwa menyampaikan kekecewaannya terhadap putusan majelis hakim. Terlebih, pada pertimbangan Pasal 66 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 dalam pledoi tidak menjadi pertimbangan majelis hakim dalam memutus ketiga terdakwa.
“Hakim salah menangkap kausalitas atas sebab-akibat dari perbuatan yang sudah dilakukan masyarakat. Tentu yang dilakukan warga Kampung Cibetus berupa pengrusakan merupakan kebuntuan mekanisme yang ditempuh,” katanya usai sidang.
Rizal juga mengatakan akan menempuh jalur hukum selanjutnya terhadap ketiga warga Kampung Cibetus yang sudah diputus.
“Kita tentu tidak akan berhenti sampai di sini perjuangannya, kita akan menempuh langkah hukum selanjutnya atas putusan ini,” katanya.
Diketahui, kini tersisa delapan orang warga lainnya yang belum divonis hakim. Rencananya, vonis mereka akan dibacakan pekan ini juga. (ukt)