Banten

‎Pengibaran Bendera One Piece Bukan Makar Tapi Ekspresi Kritik‎‎

BANTEN – Pengamat menyebut pengibaran bendera one piece yang marak terjadi di sejumlah daerah belakangan ini dinilai bukan sebagai bentuk makar, melainkan ekspresi simbolik atas ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintah. ‎‎

Hal itu disampaikan oleh Pengamat Politik sekaligus Akademisi Universitas Serang Raya, Usep Saepul Ahyar. Menurutnya, warga yang memasang bendera bergambar tengkorak dengan topi khas bajak laut itu tidak bisa serta-merta dituduh sebagai upaya menggulingkan pemerintahan. Ia justru menilai tindakan pemerintah dan aparat yang bereaksi berlebihan sebagai bentuk kepanikan yang tidak perlu.‎

“Saya melihat ini sebagai bentuk ekspresi perlawanan terhadap ketidakadilan, bukan makar. Pemerintah terlalu paranoid,” kata Usep melalui sambungan telepon, Selasa (05/08/2025).‎‎

Lihat juga Walikota Serang Ingin Kembalikan Fungsi Stadion Maulana Yusuf

Usep menuturkan, simbol seperti ini digunakan karena mudah dipahami oleh publik, terutama anak muda. Sama seperti sebelumnya saat gerakan ‘Indonesia Gelap’, ‘Wakanda’, atau ‘Konoha’. Semua itu diambil sebagai inspirasi untuk menyampaikan kritik sosial.‎‎

Usep menyebut bahwa penggunaan simbol dari budaya pop sudah lazim digunakan dalam gerakan sosial global. Ia mencontohkan penggunaan simbol tiga jari dalam protes di Thailand yang juga diambil dari film The Hunger Games.‎‎

“Yang dilakukan warga ini adalah komunikasi politik kreatif. Kritik sosial disampaikan lewat media yang familiar, bukan senjata atau kekerasan. Ini bukan ancaman, justru bentuk demokrasi,” jelasnya.‎‎

Sikap pemerintah yang mengaitkan pengibaran bendera tersebut dengan upaya makar, Usep justru menilai pendekatan itu keliru dan kontraproduktif.

‎‎”Kalau betul ingin menjaga stabilitas, jawab dengan evaluasi kebijakan, bukan represif. Masyarakat protes karena merasa ada ketimpangan, korupsi, pengangguran, hukum yang tajam ke bawah,” tegasnya.‎‎

Secara hukum, kata Usep, pengibaran bendera asing atau simbol tertentu tidak otomatis melanggar hukum, selama tidak menghina lambang negara atau dikibarkan lebih tinggi dari bendera Merah Putih.‎‎Usep juga menyoroti bahwa reaksi pemerintah yang terlalu keras justru bisa memicu meluasnya gerakan.

‎‎”Ketika negara bereaksi kaku, malah memperbesar simpati. Yang awalnya cuma simbol bisa jadi gerakan karena merasa dikriminalisasi,” imbuhnya. (ukt)‎

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button