JRDP Waspadai Praktik Politik Uang di 3 Fase Krusial Pilkada
BANTEN – Jaringan Rakyat Untuk Demokrasi dan Pemilu (JRDP) mewaspadai praktik politik uang di tiga fase krusial saat Pilkada 2024.
Hal tersebut diungkapkan dalam sosialisasi dan pendidikan pemilih yang bekerjasama dengan KPU Kabupaten Pandeglang di salah satu resto di Kecamatan Mandalawangi, Rabu, (04/09/2024).
Koordinator JRDP Kabupaten Pandeglang Nesa Amelia mengatakan, JRDP memiliki fokus pemantauan terhadap praktik politik uang yang diprediksi akan masif di Pilkada 2024.
Berdasarkan kajian JRDP, kata Nesa, terdapat praktik politik uang sangat rawan terjadi di 3 fase yaitu kampanye, masa tenang, dan hari pencoblosan. Oleh karenanya JRDP berkomitmen untuk menghentikan politik uang di Pilkada 2024.
“Kami selalu berkomitmen untuk mewujudkan Pilkada yang bersih dari politik uang. Sehingga melahirkan pemimpin yang mendahulukan kepentingan rakyat daripada kepentingan pribadi dan golongan,” tuturnya.
Nesa menegaskan, di Pilkada setiap orang bisa dikenakan pasal pidana apabila terbukti melakukan praktik politik uang. Ia juga mengajak kepada seluruh elemen masyarakat untuk berani bersuara apabila terjadi praktik politik uang di lingkungan tempat tinggalnya.
“Perlu kesadaran bersama untuk memberantas praktik politik uang yang di prediksi akan lebih masif di Pilkada 2024,” tuturnya.
Selain itu, kata Nesa, pihaknya juga memiliki fokus pemantauan terhadap potensi mobilisasi birokrat. Hal itu karena ada beberapa faktor terkait mengapa pelanggaran netralitterjadi berpotensi tinggi terjadi di Pilkada.
Hal itu karena untuk mempertahankan jabatan, hubungan primordial antara atasan dengan bawahan, dan juga ketidakpahaman terhadap regulasi tentang kewajiban ASN menjaga netralitas.
“Hal lainnya dapat berupa karena adanya tekanan dari pejabat yang lebih tinggi. Selain itu sanksi yang tidak membuat jera pelaku sehingga pelanggaran netralitas ASN kerap berulang,” imbuhnya.
Nesa juga mengatakan, staf biasa lebih banyak menjadi korban pelanggaran-pelanggaram netralitas ASN. Hal ini menunjukan bahwa pejabat struktural yg punya kuasa tidak tersentuh. (***)