KPU Terbukti Langgar Administrasi Pemilu Soal Keterwakilan Perempuan
BANTEN – Bawaslu RI menyatakan KPU terbukti melakukan pelanggaran administrasi karena menetapkan daftar calon tetap (DCT) DPR dengan keterwakilan perempuan tidak mencapai 30 persen.
Berdasarkan Live Streaming yang ditayangkan Bawaslu RI melalui kanal YouTube, Putusan Perkara Nomor:010/LP/ADM.PL/BWSL/00.00/ΧΙ/2023 tentang keterwakilan perempuan 30 persen dibacakan Anggota Bawaslu RI yang juga Ketua Majelis Pemeriksaan, Puadi.
Sidang dilakukan di Ruang Sidang Kantor Bawaslu RI, Jalan MH Thamrin, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu siang (29/11/2023).
“Memutuskan, menyatakan, Terlapor (KPU) terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran administrasi Pemilu,” kata Puadi membacakan putusan.
Majelis pemeriksa menyatakan petitum Pelapor yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan, diterima seluruhnya. Sehingga, Bawaslu merekomendasikan KPU untuk menjalankan putusan sebagaimana mestinya agar tidak terjadi kembali hal serupa di kemudian hari.
Menurut Puadi, Terlapor dinilai tidak menjalankan kewajiban yang diatur dalam Pasal 245 UU 7/2017 tentang Pemilu juncto Pasal 8 ayat (1) huruf c Peraturan KPU 10/2023 juncto Putusan Mahkamah Agung 24/ P/HUM/2023.
Lihat juga Pemungutan Suara Melalui Surat/Pos di Hong Kong dan Makau Berpotensi Hilangkan Hak Pilih
“Memerintahkan kepada Terlapor (KPU RI) untuk melakukan perbaikan administrasi terhadap tata cara prosedur dan mekanisme pada tahapan pencalonan anggota DPR,” jelas Puadi.
Puadi menambahkan, Majelis Pemeriksa Bawaslu RI mendapatkan bukti-bukti yang cukup dari Pelaporan Pemohon, karena menemukan 267 Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPR RI yang dinyatakan memenuhi syarat (MS) oleh KPU RI ternyata belum memenuhi 30 persen keterwakilan caleg perempuan.
Sementara itu, Wakil Koordinator Maju Perempuan Indonesia (MPI) sekaligus perwakilan dari Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan, Titi Anggraini mengatakan, pada prinsipnya ada pelanggaran prosedur soal pencalonan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen. Bawaslu menyatakan Putusan MA final dan mengikat juga berlaku serta merta bagi semua pihak.
Menurut Titi, sesuatu yang melanggar prosedur pengajuan daftar calon artinya tidak bisa dilanjutkan penetapannya karena melanggar basis fundamental untuk bisa ditetapkan sebagai daftar calon di Pemilu, yaitu memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen.
“Oleh karena itu, KPU wajib mengkoreksi 267 DCT Pemilu DPR yang tidak memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen,” kata Titi melalui pesan Whatsapp.
Meskipun sudah memasuki masa kampanye, kata Titi, koreksi atas penetapan DCT menjadi tanggungjawab KPU karena telah sengaja menetapkan DCT yang tidak memenuhi keterwakilan perempuan.
“Koreksi teknis jadi tanggung jawab KPU, sebab KPU secara sengaja menetapkan DCT yang bertentangan dengan UU Pemilu dan Putusan MA,” tutupnya. (ukt)