Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye Tak Bisa Digantikan
BANTEN – Masyarakat Indonesia Anti Korupsi untuk Pemilu Berintegritas menilai Sistem Informasi Dana Kampanye tidak bisa menggantikan Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) sebaqaimana diberlakukan pada Pemilu sebelumnya.
Sekadar informasi dalam pelaporan dana kampanye, pada Pemilu 2019, peserta Pemilu wajib menyampaikan Laporan Awal Dana Kampanye (LADK), Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK), dan Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK).
Diketahui, rencana KPU menghapus ketentuan pembukuan dan penyampaian LPSDK dari peserta pemilu kepada pada Pemilu 2024 disampaikan pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR RI bersama KPU RI, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (29/5) silam.
Lihat juga KPU Ingkar Janji, Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan Ajukan Judicial Review
Rencana itu sontak menuai kritik. Puncaknya lebih dari seratus organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Masyarakat Indonesia Anti Korupsi untuk Pemilu Berintegritas, memprotes rencana KPU tersebut. KPU berlasan penghapusan ketentuan penyerahan LPSDK itu karena masa kampanye yang singkat dan akan mengakomodir LPSDK dalam Sistem Informasi Dana Kampanye.
Terkait hal itu, perwakilan Masyarakat Indonesia Anti Korupsi untuk Pemilu Berintegritas, Sita Supomo mengatakan, meskipun LPSDK tidak diatur dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, dan masa kampanye yang singkat hanya 75 hari, tidak seharusnya dijadikan alasan untuk menghapus ketentuan LPSDK.
“Berapapun durasi kampanyenya bisa dikelola untuk 3 jenis laporan dana kampenye (LADK, LPSDK, dan LPPDK). Masalahnya bukan pada durasi kampanye. Tapi KPU yang sengaja membuat aturan melanggar prinsip penyelenggaraan pemilu yang transparan dan akuntabel,” jelas Sita Supomo melalui pesan Whatsapp, Kamis (8/6/2023).
Diketahui, peserta Pemilu melaporkan dana kampanye melalui Sistem Informasi Dana Kampanye (Sidakam) yang diintegrasikan dengan infopemilu.kpu.go.id yang bisa diakses oleh masyarakat. Namun, informasi penyumbang dana kampanye yang disajikan tidak begitu detail, karena ada beberapa hal yang dikecualikan seperti Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Sita mengibaratkan, Sidakam seperti gelas yang perlu diisi. “Apakah kualitas air yang masuk ke dalam gelas itu apakah diatur dalam PKPU atau bagaimana. NIK dikecualikan kemungkinan karena UU Informasi publik. Yang lain kan bisa, Nama orang/badan, besaran sumbangan misalnya,” pungkasnya.
Sebelumnya, seperti dilansir di sejumlah media massa, anggota KPU RI,Idham Kholak mngeklaim bahwa melalui Sidakam pihaknya mendorong lebih jauh transparansi dalam tahapan pemilu. (ukt)