BANTEN – Angka partisipasi pemilih di Pilkada Kota Serang tahun 2024 lebih rendah daripada angka partisipasi pemilih saat Pemilu 2024.
Berdasarkan olah data Dari formulir D Hasil Kecamatan, angka partisipasi di Pilkada Kota Serang hanya 72,5 persen atau hanya terdapat 372.882 pemilih yang menggunakan hak pilihnya dari total DPT sebanyak 513.851 pemilih. Angka ini jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan angka partisipasi saat Pemilu 2024 lalu yang mencapai 82,5 persen. Sementara pada Pilkada 2018 angka partisipasi di Kota Serang hanya 68 persen.
Padahal, KPU Kota Serang menargetkan angka partisipasi di Pilkada 2024 ini sebesar 80 persen.
“Target partisipasi 80 persen. Di Pilkada 2018 itu partisipasi diangka 68,5 perden, sekarang targetnya 80 persen,” jelas Anggota KPU Kota Serang Ade Jahran usai kegiatan sosialisasi Pilkada 2024 di Horison Ultima Ratu, Sabtu (16/11/2024) silam.
Menanggapi rendahnya partisipasi pemiloh, pengamat sekaligus Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dan hukum (Fisipkum) Universitas Serang Raya, Fikri Habibi mengungkapkan, kondisi tersebut terjadi karena pemilih jenuh, mengingat Pilkada dan Pemilu dilaksanakan di tahun yang sama.
Selain itu, kata Fikri, angka partisipasi yang rendah tersebut juga diakibatkan karena para kandidat yang bertarung di Kota Serang kurang sesuai dengan aspirasi pemilih.
“Pemilih melihat belum ada pasangan yang paling ideal diantara ketiganya, karena publik pasti punya persepsi tentang kekurangan apa saja pada setiap kandidat,” katanya melalui pesan Whatsapp, Senin, (02/12/2024).
Lihat juga Sirekap Pilkada 2024, Transparansi Setengah Hati ala KPU
Menurut Fikri, tarik menarik kepentingan saat pencalonan serta konfigurasi politik dalam Pilkada serentak membuat pemilih tidak bergairah untuk datang ke TPS. Ditambah dengan residu Pemilu yaitu koalisi besar terbawa ke Pilkada.
“Persepsi publik seolah sudah dapat membaca siapa pemenangnya sebelum pertandingan. Persepsi seperti ini jelas membuat malas datang ke TPS,” katanya.
Dikatakan Fikri, seharusnya Pemilu dan Pilkada dilaksanakan di tahun yang berbeda agar partisipasi pemilih bisa tinggi. Ia juga menyarankan agar elit politik lebih mendengar aspirasi masyarakat dan memberikan peluang untuk terjadinya kompetisi. Bukan monopoli partai pengusung.
Hal senada juga diutarakan oleh Pengamat politik sekaligus Dekan FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), Leo Agustino. Menurutnya pemilih memiliki kejenuhan karena Pemilu dan Pilkada berdekatan.
“Apa yang ditawarkan calon biasa-biasa saja. Karena meskipun berbeda walikota dampak pembangunan di Kota Serang sama saja,” terangnya melalui sambungan telepon.
Selain itu, kata Leo, sejak Pilpres lalu, banyak dugaan kampanye yang dilakukan oleh gerakan diluar partai dan tim kampanye. Sehingga hal tersebut kembali terulang di Pilkada dan membuat masyarakat malas datang ke TPS.
“Orang merasa hari Rabu 27 November sebagai hari libur bukan untuk mencoblos,” terangnya. (ukt)