Banten

Pedagang Bayar Sewa Belasan Juta, Kios di Sempadan Rel Kereta Stadion Maulana Yusuf Kota Serang Tetap Digusur

BANTEN – Pedagang di sempadan rel kereta api sekitar Stadion Maulana Yusuf Kota Serang digusur Pemkot Serang, meskipun beberapa di antaranya mengaku telah mengeluarkan belasan juta untuk biaya sewa tempat di sekitar lokasi.

Pasca penggusuran yang dilakukan Pemkot Serang, Rabu (29/05/2025), di antara puing-puing bangunan yang sudah rata dengan tanah, terdapat beberapa orang yang masih berupaya mencari barang-barang yang masih bisa dimanfaatkan kembali. Seperti kayu, maupun seng bekas bangunan permanen yang telah diratakan dengan tanah oleh excavator.

Salah satunya Wiknyo, pedagang pecel lele yang telah berjualan di lokasi itu selama enam tahun. Ia mengaku baru memperpanjang kontrak sewa lima bulan lalu sebesar Rp18 juta per tahun kepada seseorang yang enggan ia sebutkan namanya, sebelum akhirnya digusur oleh Pemkot Serang.

Lihat juga Mobil Dinas Pemkot Serang Terbengkalai dan Nunggak Pajak

Sebelum digusur, kata Wiknyo, dirinya telah diberikan surat peringatan sebanyak 3 kali Pemkot Serang.

“Sisa kontrak dijanjikan akan dikembalikan kalau ada penggusuran, tapi setelah kabar penggusuran muncul, orangnya malah hilang dan nomor saya diblokir,” katanya.

Wiknyo menyewa bangunan dari seseorang yang disebut sebagai pemborong, bukan pemilik tanah. Ia menduga bangunan itu didirikan di atas lahan milik PT KAI tanpa izin resmi. Meskipun telah menyewa selama bertahun-tahun, ia mengaku tak mengetahui rumah pemilik bangunan yang disewanya. Sehingga, ia tak tahu bagaimana harus menagih uang yang telah dibayarkan.

Berdasarkan informasi yang diperoleh Wiknyo, orang yang menyewakan tersebut adalah seorang pemborong bangunan yang sejak lama mendirikan bangunan di lahan milik PT KAI.

“Dia tuh ngediriin bangunan aja kayaknya sih. Kalau urusannya ke yang PT KAI nggak tahu,” ujarnya.

Selain biaya sewa per tahun, kata Wiknyo, dirinya juga setiap hari harus membayar uang kebersihan sebesar Rp3 ribu kepada petugas.

“Buat ngangkut sampah gitu katanya. Pokoknya intinya buat kebersihan aja lah,” tuturnya.

Wiknyo mengaku belum tahu akan pindah berjualan ke mana. Meskipun ditawarkan untuk pindah ke Pasar Lama atau Kepandean oleh Pemkot Serang, ia bingung karena modalnya telah dibayarkan sewa sebelumnya.

Dikatakan Wiknyo, meski penggusuran dilakukan oleh Pemkot Serang, para pedagang di area lokasi tidak menerima uang kompensasi. Akan tetapi, mereka juga mengaku sadar karena lahan tersebut adalah milik negara. Sehingga tidak memiliki dasar untuk meminta tuntutan lebih, dan saat ini hanya bisa berpasrah sembari mengharapkan kebijaksanaan dari Pemkot Serang.

“Udah digusur gitu kan, nggak tahu mau kemana. Ya pengennya bisa jualan lagi ya. Cuman ya itu lah modal itu,” terangnya.

Wiknyo menambahkan, lahan bekas bangunan liar tersebut nantinya akan dibangun ruang terbuka hijau atau rel kereta api. Ia berharap hal tersebut memang nyata terjadi, bukan malah ada warga lain yang mendirikan bangunan kembali usai penggusuran yang ia alami.

Berbeda dengan Pardi, warga lainnya yang mendirikan bangunan di sempadan rel kereta api. Dia mengaku sudah menempati lokasi tersebut sekitar 10 tahun. Sebelum digusur, ia sempat menerima surat peringatan sebanyak 4 kali hingga akhirnya diratakan.

“Karena mendirikan sendiri, bukan di tanah kita, jadi kita pasrah ketika excavator (mulai menggusur),” jelasnya.

Selama mendirikan bangunan, Pardi mengaku tidak dimintai sewa ataupun uang kebersihan. Karena bangunan tersebut ia dirikan sendiri dengan modal sendiri untuk membuka usaha isi ulang galon.

“Semi permanen gitu awalnya, akhirnya makin kesini makin rame memanfaatkan lahan buat bikin warung,” pungkasnya.

Menurutnya, semu pedagang yang digusur tidak mendapatkan ganti rugi dari Pemkot Serang. (ukt)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button