Ekonomi BisnisPolitik

Pasca Putusan MK, Jokowi Diharapkan Beri Contoh Baik kepada Publik

BANTEN – Pasca putusan MK atau Mahkamah Konstitusi  yang membolehkan kepala daerah jadi calon presiden atau calon wakil presiden meski belum 40 tahun, Presiden Jokowi diharapkan beri contoh baik kepada publik.

Pengamat politik Harits Hijrah Wicaksana menilai, putusan MK itu termait erat dengan putra sulung Jokowi yang digadang-gadang akan dicalonkan menjadi wakil presiden.

Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan perkara nomor 90/PUU/-XXI/2023 yang diajukan oleh Mahasiswa Universitas Surakarta Almas Tsaqibbirru.

Dalam putusan tersebut, Mahkamah mengabulkan sebagian permohonan yang menguji Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

Dalam putusannya MK memperbolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden selama berpengalaman menjadi kepala daerah. Putusan ini berlaku mulai Pemilu Presiden 2024.

Harist menegaskan usia minimal capres cawapres 40 tahunadalah usia matang baik secara emosional, spiritual, dan sebagainya.

“Hal itu berdasarkan referensi agama dan psikologi,” kata Harits melalui sambungan telepon, Selasa, (17/10/2023).

Lihat juga Anak Jokowi Bisa Jadi Cawapres

Namun, kata Harits, ada hal menggelitik yang diputuskan MK. Ketika gugatan terkait usia minimal mereka tolak, tapi ada syarat lain yang dikabulkan yaitu pernah berpengalaman di pemerintahan baik sebagai kepala daerah ataupun lainnya.

“Artinya disini jika kita merujuk ini dan salah satunya putra Jokowi yaitu Gibran. Memang secara umur dia belum bisa untuk mencalonkan diri jadi capres-cawapres tapi pernah menjabat kepala daerah,” jelasnya.

Menurut Harits, isu yang sangat kuat sekali berhembus adalah Gibran ingin dicalonkan sebagai capres atau cawapres akan tetapi terbentur batas minimal usia.

“Nah ini berarti secara eksplisit dan implisitnya Gibran meskipun belum 40 tahun boleh dan bisa mengikuti ketika ada yang mencalonkan dan dicalonkan,” ujarnya.
Artinya, imbuh Harist, Gobran memiliki hak dipilih dan memilih (sebagai capres/cawapres).

Harits melihat hal unik yang terjadi ketika putusan MK, karena Jokowi melakukan kunjungan ke luar negeri.
Menurut gestur politik, ini bisa dilihat sebagai pengalihan isu yang sedang terjadi di dalam negeri.

Etika Politik

Hal lainnya, kata Harits, dari sisi hak politik memang sangat diperbolehkan jika aturannya seperti itu.

“Namun dengan etika politik seharusnya ini menjadi preseden atau penilaian kurang elok sekiranya agak sedikit dipaksakan ditambah di akhir Jokowi yang dua periode,” timpalnya.

Harits berharap, Jokowi memberikan cerminan baik bagi demokrasi Indonesia.
Karena, tukasnya, sebelum Gibran digadang-gadang akan dicalonkan, putra bungsu Jokowi yaitu Kaesang Pangarep telah lebih dulu menjadi ketua Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang merupakan partai loyalis Jokowi.

“Salah satu loyalis jokowi memang PSI. Jokowi secara gestur tubuh politik memang berada di tengah-tengah,” ujarnya.

Meskipun kader PDIP, tambah Harits, Jokowi belum sepenuh hati mendukung Ganjar walaupun sudah berberapa kali dicanangkan,” ungkapnya.

Sebagai masyarakat biasa, Harits berharap ke depan siapapun yang mencalonkan diri dia adalah putra putri terbaik bangsa yang memilik visi untuk kemajuan bangsa Indonesia. (ukt)

Leave a Reply

Back to top button
Home
Search
Daftar
Laporkan
Stats