Nasional

DKPP Didesak Pecat Anggota KPU-Bawaslu Pelaku Kekerasan Seksual

BANTEN – Mantan penyelenggara pemilu dan pakar hukum tata negara layangkan surat terbuka kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) agar memecat penyelenggara pemilu yang terlibat kekerasan seksual.

Surat terbuka tersebut dilayangkan sebagai bentuk dukungan dan dorongan bagi DKPP yang saat ini sedang menangani sejumlah kasus berkaitan dengan dugaan kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan penyelenggara pemilu dari tingkat pusat maupun daerah.

“Surat terbuka ini kami buat semata karena meyakini bahwa sebagai lembaga penegak etika dan kehormatan penyelenggara pemilu, DKPP sepenuhnya akan berbuat dan bertindak adil dalam memeriksa dan memutus berbagai perkara dugaan kekerasan terhadap perempuan yang ditangani oleh DKPP,” kata Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (NETGRIT) Hadar Nafis Gumay, dalam surat terbuka yang diteken mereka, dikutip Sabtu, (15/06/2024).

Lihat juga KPU Kalah Lagi di MK, Harus Gelar PSU untuk DPD RI Sumatera Barat

Dikatakan Hadar, pihaknya mendukung DKPP untuk terus konsisten dan teguh dalam menjaga integritas, kehormatan, kemandirian, dan kredibilitas penyelenggara pemilu melalui penegakan kode etik dan pedoman perilaku bagi penyelenggara pemilu secara profesional, kredibel, dan berintegritas.

Menurut Hadar, kekerasan terhadap perempuan adalah tindakan yang tidak dapat dimaafkan apalagi dibenarkan karena menciderai nilai-nilai demokrasi, melanggar hak asasi manusia, serta amat tidak sejalan dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam kode etik dan pedoman perilaku bagi penyelenggara pemilu.

“Untuk itu, penyelenggara pemilu yang melakukan kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu pelanggaran berat terhadap kode etik dan pedoman perilaku bagi penyelenggara pemilu yang harus mendapatkan hukuman maksimal berupa pemberhentian tetap dari keanggotaan penyelenggara Pemilu,” tegasnya.

Hadar meyakini DKPP akan mampu menjaga kemandirian dan kredibilitasnya dalam memutus berbagai perkara dugaan pelanggaran etika penyelenggara pemilu, khususnya perkara dugaan kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan penyelenggara pemilu baik di tingkat pusat ataupun daerah.

“Kami mendukung DKPP menjatuhkan Putusan yang memberi efek jera maksimal bagi para Teradu yang terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan kekerasan terhadap perempuan yang merupakan pelanggaran berat terhadap kode etik dan pedoman perilaku bagi penyelenggara pemilu, yakni pemberhentian tetap dari keanggotaan penyelenggara pemilu,” tuturnya.

Ia menegaskan, pelaku kekerasan terhadap perempuan tidak layak mendapat tempat dalam keanggotaan ataupun menjadi bagian dari kelembagaan penyelenggara pemilu. Sebab, kehadiran para pelaku dengan kewenangan dan kuasa jabatan yang ada padanya akan sangat berbahaya dan membawa risiko besar bagi upaya penciptaan ekosistem pemilu yang aman, nyaman, dan ramah terhadap pemenuhan hak-hak perempuan.

Adapun para mantan penyelenggara pemilu yang ikut meneken surat terbuka tersebut diantaranya Ramlan Surbakti, Wakil Ketua/Anggota KPU RI 2001-2007; Hadar Nafis Gumay, Anggota KPU RI 2012-2017; Evi Novida Ginting Manik, Anggota KPU RI 2017-2022; Wahidah Suaib, Anggota Bawaslu RI 2008-2012; dan Wirdyaningsih, Anggota Bawaslu RI 2008-2012.

Selain mantan penyelenggara, ada juga pakar beberapa pakar lain yang terlibat dalam surat ini diantaranya Khoirunnisa Nur Agustyati, Titi Anggraini, Bivitri Susanti, dan Valentina Sagala.

Surat terbuka ini juga didukung sejumlah perwakilan organisasi seperti Perludem, Netgrit, Maju Perempuan Indonesia (MPI), Institut Perempuan, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Indonesia Corruption Watch (ICW), Kalyanamitra, Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, dan International NGO Forum on Indonesian Development (INFID). (ukt)

Leave a Reply

Back to top button
Home
Search
Daftar
Laporkan
Stats