Opini

Begitu Sulitkah Kembalikan Citra Polri?

Survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA mengungkap kepercayaan masyarakat terhadap aparat kepolisian semakin menurun. Kepercayaan publik menurun terutama setelah kasus pembunuhan Brigadir J atau Yosua yang dilakukan mantan Kadiv Propram Ferdy Sambo cs.

Padahal, tingkat kepercayaan publik kepada Polisi Republik Indonesia (Polri) pernah mencapai 87,8% pada 2018. Namun, setelah Pilpres 2019 kepercayaan terhadap polisi menurun pada angka 72,1% dan kasus Ferdy Sambo membuat kepercayaan pada polisi kembali menurun ke angka 59,1%.

Direktur LSI Denny JA, Ardian Sopa, mengatakan kasus yang menewaskan Yosua tersebut penuh drama dan menjadi isu panas. Sementara, kepercayaan publik terhadap TNI lebih tinggi mencapai 90,9%.

Baca juga Sidang Putusan Sela Sambo Ditetapkan 26 Oktober, Apa Itu?

“Kasus Ferdy Sambo seperti drama yang penuh isu panas dan perubahan karakter, dari kasus polisi tembak polisi, perselingkuhan, obstruction of justice, suami bela istri, penyalahgunaan kekuasaan, tuduhan uang gelap judi online, hingga narkoba,” kata Ardian seperti dilansir Katadata.co.id Rabu (19/10/2022).

Survei dilakukan pada 11–20 September 2022 kepada 1.200 responden di 34 provinsi dan menggunakan metode riset kualitatif dengan analis media, Focus Group Discussion (FGD), dan indepth interview. Wawancara dilaksanakan secara tatap muka (face to face interview) dengan margin of error (Moe) survei ini sekitar 2,9%.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bahkan mengakui, citra Polri merosot dari 76 persen jadi 54 persen. “Begitu ada peristiwa Sambo merosot drastis,” katanya di Kompas TV, Kamis (8/9).

Demikian pula data kemerosotan citra Polri dirilis  Indikator Politik Indonesia bertajuk Persepsi Publik terhadap Kasus Sambo: Antara Penegakan Hukum dan Harapan Warga, yang dilakukan secara virtual, Kamis 25 Agustus 2022 yang menyatakan bahwa efek kasus Sambo, tingkat kepercayaan publik terhadap Polri memang turun. Namun, setelah Sambo ditetapkan sebagai tersangka, tingkat kepercayaan publik meningkat menjadi 54,4 persen. Jika dibanding dengan hasil kinerja awal Kapolri Listyo yang 76 persen, terjadi kemerosotan 21,6 persen

Hasil survei Indikator Politik Indonesia tersebut dilakukan pada periode 11 hingga 17 Agustus 2022 berasal dari sample 1.229 responden dengan metode wawancara melalui  telepon.

Menurut Frank Jefkins, seorang ahli komunikasi berkebangsaan Inggris yang buku-bukunya menjadi kitab para mahasiswa dan dosen di bidang Public Relations,  citra adalah kesan seseorang atau individu tentang sesuatu yang muncul sebagai hasil dari pengetahuan dan pengalamannya. Tingkatan tertinggi dari citra yang baik adalah kesediaan masyarakat melakukan apapun yang diimbau oleh institusi Polri.

Sebelum itu, dalam proses pembentukan sikap masyarakat yang berujung pada citra lembaga ada tahapan kognisi yakni pemahaman, selanjutnya afeksi atau perasaan tertentu, dan yang terakhir adalah konasi yaitu kecenderungan berperilaku seperti yang diinginkan oleh subjek

Seberapa penting citra bagi institusi Polri?

Dengan mengusung moto: Rastra Sewakottama yang artinya abdi utama bagi nusa bangsa dengan  Tugas pokok dan wewenang Polri yang diatur melalui Undang-undang atau UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia pasal 13 yakni memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, maka tentu saja citra menjadi ‘jualan’nya Polri.

Siapa yang rela memasrahkan keamanan diri, bayangan ancaman hukuman jika melakukan kriminal serta perlindungan dan pengayoman pada institusi yang kita tidak percayai?.

Begitu berkuasanya opini publik menyebabkan apapun itu institusinya harus dapat ‘berenang’ di atasnya, menguasai setiap gelombangnya, dan memanfaatkan setiap percikan menjadi kekuatan untuk mengayuh lebih kencang.

Opini publik terbentuk karena adanya persepsi dari publik tentang sesuatu yang mereka peroleh lewat aktivitas komunikasinya (media massa dan kontak personal). Di sisi lain publik juga punya sikap dan tingkat kepercayaan tertentu yang sudah inherent dalam dirinya yang kemudian juga akan menentukan opini mereka terhadap sesuatu tersebut.

Menurut R.P Abelson memahami opini publik bukanlah pekerjaan yang mudah karena di dalamnya menyangkut tiga hal penting, yaitu  kepercayaan mengenai sesuatu (belief), apa yang sebenarnya dirasakan atau menjadi sikapnya (attitude), serta  persepsi (perception), yaitu suatu proses pemberian makna yang berakar dari berbagai faktor seperti latar belakang, pengalaman masa lalu, nilai-nilai yang dianut dan berita atau pendapat yang berkembang.

Tentu saja kita tak ingin citra kepolisian kita hancur, karena bagaimanapun citra adalah ‘wajah’nya suatu institusi, namun dengan kondisi saat ini bisa jadi citra Polri telah di titik nadir, dan membangun kembali citra tentunya tak semudah mengklik ikon jempol di postingan sosial medianya Polri

Jika mengamati dunia media sosial kita lihat masyarakat seolah lebih percaya melaporkan kejadian pencurian kendaraan roda duanya pada media sosial dibanding ke Polri. ‘the power of netizen’ dan idiom “twiter please do your magic” adalah sebuah keniscayaan. Seorang teman telah membuktikannya. Sejam setelah ia menyadari sepeda motornya dicuri di parkiran rumahnya, yang dia lakukan adalah mencuit di twitter dan taraaaa tak kurang dari 2 jam sepeda motor kesayangan kembali ke pangkuan.

Namun, di tengah caci maki yang bertebaran di media sosial terhadap Polri, kok Saya masih menaruh harapan pada institusi ini. Bagaimanapun, tugasnya yang melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat sungguh sangat mulia. Tetangga orang tua saya adalah seorang anggota Polri di sebuah Polres. Saya ingat betul beliau adalah panutan di lingkungan kami. Tak pernah menampakkan atribut institusinya jika sedang berinteraksi dengan warga, bahkan setiap Kamis malam di rumahnya yang sederhana namun asri dia mengajar mengaji anak-anak. Jika warga ada kesulitan orang yang pertama didatangi untuk dimintai pertolongan adalah dirinya. Masih terbayang hingga kini raut mukanya yang ramah, kumis tipisnya yang mulai memutih dan rambutnya yang selalu tersisir rapi. Tak rugi rasanya mendoakan kesehatannya setiap saat.

Lalu bagaimana kembalikan citra kepolisian?.Butuh komitmen tinggi dari segenap unsur didalamnya untuk serentak kembali kepada tugas sesungguhnya, melakukan rebranding, memosisikan diri sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat yang sesungguhnya.

Begitu syulit?…ah, itu sih melupakan Rehan…


Discover more from banteninside

Subscribe to get the latest posts to your email.

Leave a Reply

Back to top button