Calon Tunggal di Pilkada 2024, Pengkhianatan Semangat Reformasi Demi Langgengkan Dinasti
Memilih kotak kosong merupakan simbol perlawanan masyarakat sipil terhadap dominasi kekuatan politik dinasti apabila di suatu daerah pada pelaksanaan Pilkada 2024 hanya terdapat calon tunggal.
Tahapan Pelaksanaan Pemilu 2024 telah usai, saat ini masyarakat akan dihadapkan dengan pesta demokrasi Pemilihan Serentak 2024 untuk memilih gubernur, walikota/bupati. Pilkada serentak tahun 2024 di Indonesia dilaksanakan setidaknya di 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota. Dengan pelaksanaan pemungutan suara Pilkada serentak pada Rabu, 27 November 2024.
Di Banten sendiri, pelaksanaan Pilkada akan dilakukan untuk memilih gubernur dan juga untuk memilih 8 kepala daerah di 8 Kabupaten/Kota yang ada di Banten. Jika berkaca pada pelaksanaan Pilkada sebelum-sebelumnya, di Banten pada tahun 2018 terdapat 3 daerah yang melawan kotak kosong. Yaitu di Pilkada Kabupaten Lebak, Kota Tangerang, dan Kabupaten Tangerang.
Lihat juga Istri Wakil Ketua MPR Mau Lawan Andika di Pilkada Kabupaten Serang
Pada Pilkada 2024 saat ini di beberapa wilayah diprediksi calon kepala daerah akan melawan kotak kosong seperti di Kabupaten Serang.
Di Kabupaten Serang sendiri, kekuatan calon bupati Andika Hazrumy yang merupakan Wakil Gubernur Banten 2017-2022 dan putra dari Ratu Atut Chosiyah kekuatannya sangatlah mendominasi. Sehingga dapat diprediksi bahwa ia akan melawan kotak kosong. Ia sendiri merupakan
Fenomena ini akhirnya dapat dilihat sebagai acuan untuk menilai kemajuan atau kemunduran demokrasi pasca reformasi 1998. Seharusnya di era reformasi ini partisipasi politik menguat dari akar rumput.
Manuver partai politik untuk mengusung pasangan calon tunggal di sejumlah daerah sejatinya merusak demokrasi dan mengkhianati semangat reformasi yang menginginkan kepemimpinan anti korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Sejatinya calon tunggal di Pilkada 2024 sangatlah merugikan masyarakat sebagai pemilih. Dengan memaksakan satu calon, koalisi partai merampas hak rakyat untuk memilih pemimpin terbaik mereka. Kompetisi yang sehat dalam pemilihan pemimpin politik di daerah pada akhirnya hilang.
Maka, salah satu solusi ketika masyarakat hanya dihadapkan dua pilihan antara pasangan calon atau kotak kosong adalah dengan memilih kotak kosong. Apalagi jika calon yang disajikan adalah mereka yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengan politik dinasti ataupun petahana sebelumnya.
Sudah sewajarnya masyarakat sipil melawan dengan memilih kotak kosong agar menjadi tamparan bagi partai politik. Karena masyarakat memiliki hak untuk memilih calon pemimpin daerah yang berkualitas dan jauh dari perilaku koruptif.
Terdapat beberapa alasan mengapa pada akhirnya calon tunggal melawan kotak kosong bermunculan. Pertama adalah kekuatan petahana yang cukup kuat sehingga menjadi hambatan bagi calon lain untuk melakukan sosialisasi maupun pengenalan diri. Kekuatan politik dinasti juga menjadi salah satu penyebab mengapa pada akhirnya terjadi calon tunggal di suatu daerah. Terakhir yaitu akibat mandeknya proses kaderisasi di partai politik sehingga tidak mampu melahirkan kader yang mampu menyaingi calon-calon yang berasal dari petahana maupun dinasti politik. Sehingga hal inilah yang akhirnya menumbuhsuburkan praktik dinasti politik.
Salah satu cara untuk mengatasi calon tunggal di Pilkada mendatang adalah dengan memperkuat kaderisasi partai dan melakukan pendidikan politik secara masif kepada masyarakat akar rumput.
Sekali lagi penulis tegaskan, memilih kotak kosong adalah simbol perlawanan rakyat melawan dinasti politik. Memilih kotak kosong adalah kedaulatan rakyat untuk menyadarkan pemimpin partai bahwa masyarakat berhak memiliki pilihan pemimpin yang berkualitas.