Opini

PSU Pilkada Kabupaten Serang, Adu Gengsi Dua Poros Kekuasaan

Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Serang melakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di seluruh Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk Pilkada Kabupaten Serang tahun 2024. Putusan tersebut dibacakan oleh Ketua MK Suhartoyo dalam agenda pembacaan putusan perkara Nomor 70 tahun 2025 PHP Bupati Serang di ruang sidang MK Jakarta, Senin, (24/02/2025). Hasil Pilkada tersebut digugat oleh pasangan calon nomor urut 01 Andika Hazrumy-Nanang Supriatna atas kekalahannya oleh pasangan calon nomor urut 02 Ratu Rachmatu Zakiyah-Najib Hamas.

Pilkada Kabupaten Serang merupakan satu diantara 24 wilayah di Indonesia yang diputus MK agar melakukan PSU. Dalam pertimbangannya, MK menilai ada keterlibatan Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes-PDT), Yandri Susanto dalam pemenangan pasangan calon nomor urut 02 yang merupakan suami dari Ratu Rachmatu Zakiyah. Selain keterlibatan Mendes-PDT, MK juga menyoroti terkait keterlibatan Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Serang, mobilisasi kepala desa (kades) di Kabupaten Serang, maupun dugaan keterlibatan aparat.

Jauh sebelum MK memutus perkara ini, keterlibatan Mendes-PDT, mobilisasi kades, maupun keterlibatan APDESI pernah dilaporkan kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Serang dan Bawaslu Banten. Akan tetapi tidak ada sanksi tegas yang diberikan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Undang-undang untuk mengawasi pemilihan tersebut. Sejatinya MK hanya menegaskan kembali bahwa benar telah terjadi pelanggaran dalam pelaksanaan Pilkada di Kabupaten Serang.

Berdasarkan data yang dirilis oleh Bawaslu Kabupaten Serang tertanggal 13 November 2024, setidaknya terdapat 32 laporan dan temuan dugaan pelanggaran Pilkada di Kabupaten Serang. Namun, dugaan pelanggaran tersebut tidak ada yang dikenakan pidana pemilihan. Dalam Pasal 71 ayat 1 Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada menyatakan bahwa pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon. Apabila terbukti melanggar, dapat dikenakan sanksi pidana penjara dan denda yang tertuang dalam Pasal 188 UU Nomor 10 tahun 2016.

Lihat juga KPU Kabupaten Serang Angkat Kembali Badan Ad Hoc Pilkada 2024 Untuk PSU

Dalam hal ini, MK menegaskan bahwa ia bukan Mahkamah Kalkulator yang hanya berbicara soal selisih angka-angka. Tetapi proses kemurnian suara pemilih juga menjadi pertimbangan MK dalam memutus perkara tersebut. Hal ini menambah catatan kelam gelaran demokrasi di Kabupaten Serang.

Tidak adil rasanya jika hanya membahas dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh pasangan Ratu Rachmatu Zakiyah-Najib Hamas. Pasangan Andika Hazrumy-Nanang Supriatna juga sejatinya diduga melakukan pelanggaran-pelanggaran. Seperti dugaan politik uang, dugaan penggunaan fasilitas negara berupa rumah dinas Bupati Serang yang diduga digunakan sebagai posko pemenangan. Penggunaan tersebut diduga dilakukan karena status Andika yang merupakan keponakan Bupati Serang Ratu Tatu Chasanah. Peristiwa-peristiwa tersebut terekam dalam catatan penanganan pelanggaran Bawaslu.

Catatan PSU di Banten

Tidak hanya di Pilkada Kabupaten Serang tahun 2024, PSU di seluruh TPS juga tercatat pernah terjadi di dua wilayah yang ada di Provinsi Banten. Yakni Pilkada Kabupaten Pandeglang tahun 2010 dan Pilkada Kabupaten Lebak tahun 2013. Tak jauh berbeda dengan Pilkada Kabupaten Serang, MK memerintahkan PSU di Pilkada Kabupaten Pandeglang karena keterlibatan pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Pandeglang. Hal serupa juga terjadi di Pilkada Lebak tahun 2013, Pilkada Lebak diharuskan diulang karena ada keterlibatan Bupati Lebak yang masih menjabat.

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa ketiga wilayah di Banten yang diharuskan melakukan PSU karena ketidaknetralan pejabat.

PSU Buah Kegagalan Pengawasan

MK setidaknya memerintahkan PSU Pilkada tahun 2024 di 24 wilayah di seluruh Indonesia yang 14 diantaranya harus dilakukan PSU di sleuruh TPS. Banyaknya daerah yang melaksanakan PSU mempertegas bahwa terdapat banyak masalah mendasar dalam manajerial pemilihan. Hal tersebut karena banyaknya kelalaian administratif hingga pelanggaran Terstruktur, Sistematis, dan Masif. Hal ini menegaskan bahwa terdapat kelemahan sistem pengawasan dan tidak adanya tindakan tegas dari lembaga pengawas pemilu.

PSU yang diperintahkan oleh MK ini seharusnya tidak terjadi apabila penyelenggara Pemilu bekerja secara professional dan bertanggungjawab sejak awal. Akhirnya, rakyatlah yang harus menanggung akibatnya karena triliunan uang negara harus dikeluarkan kembali untuk pelaksanaan PSU di seluruh wilayah Indonesia. Namun penyelenggara dan pejabat yang lalai tidak mendapatkan hal setimpal atas perilakunya.

Ketidakprofesionalan KPU dan Bawaslu yang mengakibatkan PSU ini seharusnya dapat sesegera mungkin diatur regulasinya agar mereka yang lalai dievaluasi atau ditindak tegas seperti pencopotan dari jabatannya.

Dugaan Abuse Of Power Mendes-PDT

Putusan MK untuk Pilkada Kabupaten Serang juga seolah-olah menegaskan bahwa di Pilkada Kabupaen Serang terdapat abuse of power yang dilakukan oleh Mendes-PDT untuk memenangkan istrinya Ratu Rachamtu Zakiyah. Selain keterlibatan Mendes-PDT, MK juga menyoroti terkait keterlibatan Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Serang dan mobilisasi kepala desa (kades) di Kabupaten Serang. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan keberadaan Mendes-PDT sebagai suami Calon Bupati memengaruhi terhadap keterlibatan kades dan aparatur desa yang akhirnya berimplikasi pada kemenangan mutlak pasangan Ratu Rachmatu Zakiyah-Najib Hamas.

Namun perlu digaris bawahi hal ini menjadi pukulan telak bagi kebobrokan sistem pengawasan negara terhadap menteri dan instumen negara lainnya. Yang akhirnya menimbulkan ketidaknetralan atau cawe-cawe saat Pilkada.

Napak Tilas Dinasti Atut di Pilkada Banten

Membicarakan Pilkada di Banten sejatinya tidak pernah terlepas dari dominasi keluarga Ratu Atut Chosiyah yang selalu berkontestasi di Pilkada dan berpuluh-puluh tahun menguasai Banten. Andika Hazrumi yang maju di Pilkada Kabupaten Serang tahun 2024 merupakan putra dari Ratu Atut dan keponakan dari Ratu Tatu Chasanah yang aktif menjabat sebagai Bupati Serang sejak tahun 2020.

Dalam hal ini, setiap kali menghadapi perhelatan Pilkada, keluarga dinasti Atut juga diduga melakukan cara-cara kotor. Baik dugaan penggunaan politik uang maupun pengerahan pejabat pemerintah. Bahkan pada Pilkada Lebak tahun 2013, Ratu Atut dan adiknya Tb Chaeri Wardana terbukti menyuap hakim MK.

Potensi Pelanggaran Saat PSU

Saat PSU Pilkada Kabupaten Serang yang akan dilaksanakan pada 19 April 2025 pasangan Andika-Nanang maupun pasangan Zakiyah-Najib memiliki kekuatan yang sama dalam memperebutkan kursi nomor 1 di Kabupaten Serang. Pun demikian, potensi pengerahan kepala desa, ASN, politik uang, maupun pengerahan aparat sangat terbuka lebar. Dengan menilik kekuatan besar yang ada di kedua belah pihak, potensi pengerahan instumen yang dimiliki sangatlah terbuka lebar.

Dalam hal ini dibutuhkan pengawasan intensif dan integritas penyelenggara dalam mengawasi dan menegakan aturan di PSU Pilkada Kabupaten Serang. Masyarakat juga harus turut serta dalam mengawasi calon dan penyelenggara. Hal terpenting saat ini adalah harus ditekankan bahwa kontestasi dalam PSU ini dilakukan dengan memedomani pertimbangan Mahkamah sebagaimana diuraikan dalam putusan. Yaitu dengan pengawasan yang lebih intensif terhadap netralitas kepala desa dan aparatur desa serta pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan Pilkada.

Kondisi seperti ini memperkuat stigma bahwa di Kabupaten Serang, pertarungan para kandidat tidak didasarkan pada visi misi. Melainkan mereka bertarung dengan cara-cara Orde Baru (Orba) yang kala itu mereduksi pengertian pesta demokrasi menjadi hura-hura.

Dalam pandangan Filsuf Italia Niccolo Machiavelli setidaknya mengatakan bahwa politik adalah ruang pragmatisme, individualisme, dan realisme. Bisa kita saksikan bersama bahwa akar dari persoalan demokrasi saat ini adalah bobroknya sistem kaderisasi dan kepartaian. Koalisi yang saat ini dibangun bukan atas dasar ideologi. Sulit rasanya kita bisa menemukan koalisi yang dibangun atas dasar ideologi tetapi koalisi ini dibangun atas kepentingan kepartaian. Bukan atas dasar mimpi besar kemajuan bangsa dan kesejahteraan masyarakat. Akibatnya, kita harus menanggung badai demokrasi seperti politik uang dan polarisasi akibat kandidat yang tak memiliki visi. (***)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button