Pemilu

KPU Kalah Lagi, Harus Revisi Pasal Masa Jeda Mantan Terpidana di PKPU Pencalonan

BANTEN – KPU Republik Indonesia untuk kesekian kalinya kalah dalam gugatan terhadap Peraturan KPU di Mahkamah Agung.

Sebelumnya, pada 29 Agustus 2023, KPU juga kalah saat uji materi di MA, terkait pasal keterwakilan perempuan tepatnya pada pasal 8 ayat 2 PKPU Nomor 10 tahun 2023.

Kali ini, putusan MA Nomor 28 P/HUM/2023 mengabulkan gugatan judicial review Pasal 11 ayat 6 PKPU Nomor 10 tahun 2023 dan Pasal 18 ayat 2 PKPU No 11 Tahun 2023 yang diajukan Indonesia Corruption Watch (ICW), Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Saut Situmorang, dan Abraham Samad.

Lihat juga Hadar Gumay : KPU dan Parpol Punya Kewajiban Umumkan Caleg Mantan Terpidana ke Publik

Terhadap putusan MA Nomor 28 P/HUM/2023, Peneliti Perludem Fadli Ramadhanil mengatakan, KPU harus segera melakukan identifikasi calon-calon di dalam daftar calon yang berstatus mantan terpidana dan ancamannya diatas 5 tahun.

“Nah di cek semua itu, mana yang masa jedanya lebih dari 5 tahun, dan kalau ada yang masih di bawah 5 tahun harus dicoret karena belum memenuhi syarat calon yang ditetapkan oleh KPU,” katanya melalui sambungan telepon, Sabtu, (30/9/2023).

Fadli menambahkan, KPU harus segera merevisi PKPU Nomor 10 tahun 2023, khususnya soal rumusan tentang perhitungan masa jeda, karena terbukti telah melakukan kekeliruan.

“Karena sudah terbukti telah melakukan hal yang salah. Ini karena KPU tidak mau mendengar masukan dari masyarakat,” ungkapnya.
Dikatakan Fadli, perubahan PKPU juga tidak akan menghambat proses tahapan pemilu yang saat ini sedang berjalan. Karena ini menyangkut kepatuhan KPU terhadap putusan MA.

“Ini kan soal kepatuhan pada hukum terhadap putusan pengadilan, ini juga karena KPU tidak mau mendengar terhadap masukan-masukan,” jelas Fadli.
Fadli menambahkan, apabila ada calon-calon yang tidak memenuhi ketentuan, maka hasil pemilu bisa dibatalkan. Pihaknya juga masih menunggu langkah KPU untuk mengubah PKPU tersebut.

Sebelumnya, MA mengabukan permohonan ICW dkk. MA menuatakan, alasan Pemohon menggugat pasal terkait masa jeda mantan terpidana untuk maju di Pemilu itu dapat dibenarkan.

“Mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil dari Para Pemohon: 1. Indonesia Corruption Watch (ICW), 2. Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), 3. Saut Situmorang dan 4. Abraham Samad untuk seluruhnya,” demikian bunyi amar putusan MA dalam perkara Nomor 28 P/HUM/2023, berdasarkan keterangan tertulis, Jumat (29/9/2023).

MA juga menyatakan Pasal 11 ayat (6) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Pasal 240 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 87/PUU-XX/2022.
Bunyi Pasal 11 ayat 5 dan 6 dalam PKPU itu sebagai berikut;

Pasal 11

5. Persyaratan telah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, terhitung sejak tanggal selesai menjalani masa pidananya sehingga tidak mempunyai hubungan secara teknis dan administratif dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia, dan terhitung sampai dengan Hari terakhir masa pengajuan Bakal Calon.

6. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak berlaku jika ditentukan lain oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap untuk pidana tambahan pencabutan hak politik.

Selain itu, MA juga menyatakan Pasal 18 ayat (2) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 11 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2022 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Daerah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Pasal 182 huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12/PUU-XXI/2023. Berikut bunyi Pasal 18:

Pasal 18

(1) Persyaratan telah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf g, terhitung sejak tanggal selesai menjalani masa pidananya sehingga tidak mempunyai hubungan secara teknis dan administratif dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia, terhitung sampai dengan Hari terakhir masa pendaftaran bakal calon.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku jika ditentukan lain oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap untuk pidana tambahan pencabutan hak politik

“Dan karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan tidak berlaku umum,” lanjut MA.

MA juga meminta Termohon, yakni Ketua KPU, untuk mencabut Pasal 11 ayat 6 PKPU No 10 Tahun 2023 dan Pasal 18 ayat 2 PKPU No 11 Tahun 2023. Selain itu, MA juga menyatakan seluruh pedoman teknis dan pedoman pelaksanaan yang diterbitkan oleh Termohon sebagai implikasi dari pelaksanaan ketentuan pasal-pasal tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan tidak berlaku umum.

Pendapat hukum MA manilai, guna memperoleh wakil rakyat yang berintegritas maka diperlukan syarat-syarat yang ketat terhadap proses pencalonan, sehingga warga negara yang mempunyai hak pilih disediakan calon-calon yang berintegritas tinggi untuk dipilih oleh Partai Politik (Parpol) peserta Pemilu dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara.

Namun, menurut MA, dua pasal yang diuji materikan itu justru memberikan kelonggaran syarat pencalonan bagi mantan terpidana (yang diancam pidana 5 tahun atau lebih) dari yang seharusnya sudah diatur pada Pasal 240 ayat (1) huruf g dan Pasal 182 huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 87/PUU-XX/2022 juncto Nomor 12/PUU-XXI/2023.

“Bahwa objek permohonan hak uji materiil (HUM) menunjukkan kurangnya komitmen dan semangat pemberantasan korupsi, dimana semangat penjatuhan hukuman pada putusan tindak pidana korupsi telah diperberat dengan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik, oleh karenanya objek hak uji materiil harus dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan berlaku umum,” lanjut MA. (ukt)

 


Discover more from banteninside

Subscribe to get the latest posts to your email.

Leave a Reply

Back to top button