Pemilu

Pengawas TPS dan Saksi Harus Waspadai Potensi Mobilisasi Pemilih Khusus

BANTEN – Pengawas Tempat Pemungutan Suara (PTPS) dan saksi peserta Pemilu harus jeli mengawasi  pemilih khusus (DPK) yang memberikan hak suara di TPS, karena rawan mobilisasi.

Pemilih khusus adalah pemilih yang tidak ada dalam daftar penilih tetap (DPT) dan bukan pemilih pindah Salam daftar pemilih tambahan (DPTb).

Relawan Jaringan Rakyat Untuk Demokrasi dan Pemilu (JRDP),.Achmad Zaelani mengingatkan agar PTPS dan saksi peserta Pemilu mewaspadai terkait mobilisasi pemilih DPK. Pemilih DPK haruslah mereka yang memiliki KTP sesuai domisili TPS.

Lihat juga Penghitungan Suara di Luar TPS Harus Disaksikan Semua Pihak

Jangan sampai, kata Achmad Zaelani, ada pemilih di luar domisili yang tidak terdaftar sebagai Daftar Pemilih Tetap (DPT) maupun Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), ikut menyalurkan hak pilih di TPS tersebut.

“Mobilisasi pemilih DPK ini harus diwaspadai betul dan harus dipastikan bahwa pemilih DPK adalah mereka yang memiliki KTP sesuai alamat TPS,” kata Achmad Zaelani melalui keterangan tertulis, Selasa, (13/02/2024).

Menurut Achmad Zaelani, apabila ada pemilih DPK yang bukan berdomisili di TPS mencoblos di TPS tersebut, maka harus dilakukan pemungutan suara ulang. Hal itu sesuai dengan pasal 372 ayat 2 huruf d pemungutan suara ulang dapat dilakukan apabila terbukti ada Pemilih yang tidak memiliki KTP elektronik dan tidak terdaftar di DPT dan DPTb.

Selain itu, kata Achmad Zaelani, pemberian surat suara kepada pemilih DPTb harus diperhatikan karena pemilih DPTb mendapatkan surat suara tergantung kemana ia mengajukan pindah memilih. Sehingga tidak bisa mendapatkan 5 surat suara, kecuali pemilih DPTb dengan kategori pindah domisili.

“Harus dipastikan bahwa pemilih DPTb mendapatkan surat suara sesuai dengan alasan pindah memilih dan perpindahan dapilnya,” jelas Achmad Zaelani.

Dikatakan Achmad Zaelani, PTPS dan saksi juga harus memperhatikan jumlah surat suara yang diterima oleh anggota kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS). Hal itu karena bisa saja petugas KPPS mengambil surat suara lebih dari 5 surat suara.

Ungkap Achmad Zaelani, apabila ada pemilih yang terbukti menyalurkan hak pilihnya lebih dari satu kali maka sanksinya adalah pidana Pemilu.

“Sesuai dengan pasal 516 UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, sanksinya dapat berupa pidana paling lama 18 bulan dan denda paling banyak Rp18 juta,” sebutnya. (ukt)


Discover more from banteninside

Subscribe to get the latest posts to your email.

Leave a Reply

Back to top button