Pemilu

Terus Diprotes Soal Cara Hitung Keterwaian Perempuan, Ini Kata Idahm Kholik Anggota KPU RI

BANTEN – Keterwakilan perempuan di parlemen terancam semakin terkikis jumlahnya. Kalangan masyarakat sipil, khususnya organisasi perempuan, terus melancarkan protes terkait Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 khususnya terkait cara menghitung keterpenuhan perwakilan perempuan dalam daftar bakal caleg yang diusulkan partai politik.

Dietahui. pada 17 April 2023, KPU menerbitkan Peraturan KPU No. 10 Tahun 2023 untuk mengatur pencalonan anggota DPR. DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota pada Pemilu 2024. Dalam pasal 8 ayat (2) huruf a, disebutkan bahwa: Dalam hal penghitungan 30% (tiga puluh persen) jumlah Bakal Calon perempuan di setiap Dapil menghasilkan angka pecahan maka apabila dua tempat desimal di belakang koma bernilai kurang dari 50 (lima puluh), hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah.

Menanggai ini, Anggota KPU RI, Idham Kholik berkilah, terkait dengan pembentukan ataupun perubahan dari sebuah peraturan KPU itu wajib dikonsultasikan kepada DPR  dan Pemerintah yang termaktub dalam pasal 75 UU Nomor 7 Tahun 2017. “Kami telah melakukan rapat konsultasi. Sebagai informasi Secara akumulatif rata-rata bacaleg yang diusulkan oleh parpol peserta pemilu di tingkat nasional itu rata-rata di atas 35 persen caleg perempuannya,” kata Idham melalui pesan singkat.

Lihat juga : Tak Revisi PKPU 10/2023, PP Aisyiah Tanggih Janji KPU kepada Masyarakat

Protes terkait penghitungan keterwakilan perempuan dalam daftar bacaleg disampaikan Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu RI) yang menindaklanjuti dengan pertemuan bersama KPU dan Dewan Kehormatan Penyelengara Pemilu. Kemudian dalam konfrensi pers bersama ketiga lembaga ini berjanji akan mengubah pasal 8 dalam Peraturan KPU 10/2023.

Namun, berdasarkan hasil rapat dengar pendapat bersama Komisi II DPR RI, niat KPU RI mengubah Peraturan KPU itupun surut, karena tak mendapat restu. DPR meminta KPU Ri konsisten melaksanakan Peraturan KPU Nomor 10/2023.

Sikap KPU RI yang urung mengubah Peraturan KPU Nomor 10/2023 diprotes Pimpinan Pusat Aisyiah. Dalam siaran persnya, Senin (21/5) lalu, begini sikap Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah yang mendesak seluruh penyelenggara Pemilu yakni, KPU, Bawaslu dan DKPP untuk:

  1. Segera merealisasikan janjinya kepada masyarakat Indonesia dan gerakan keterwakilan perempuan untuk merevisi ketentuan Pasal 8 ayat (2) PKPU 10/2023 dan mengembalikannya pada ketentuan yang sejalan dengan Pasal 245 UU 7/2017, yakni “Dalam hal penghitungan 30% (tiga puluh persen) jumlah bakal calon perempuan di setiap Dapil menghasilkan angka pecahan, dilakukan pembulatan ke atas”.
  2. Mewujudkan dan memenuhi keterwakilan perempuan dalam komposisi Tim Seleksi ataupun keanggotaan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota. Serta menyertakan kebijakan afirmasi yang tegas dalam Peraturan KPU tentang Seleksi Calon Anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota agar tidak menegasikan dan menihilkan keterwakilan perempuan dalam pengisian keanggotaan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota. Demikian halnya Bawaslu beserta jajarannya sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan pemilu harus mengimplementasikan affirmative action untuk terpenuhinya keterwakilan perempuan paling sedikit 30%.
  3. KPU, Bawaslu, dan DKPP harus menyusun kebijakan tata kelola organisasi penyelenggara pemilu yang berperspektif adil dan setara gender dalam pengaturan, implementasi, dan pengelolaan tahapan ataupun organisasi pada setiap tingkatannya.
  4. KPU mendorong partai politik untuk secara aktif membuka peluang seluas-luasnya kepada caleg perempuan di partai politiknya melalui kebijakan affirmative action. Partai politik juga harus berkomitmen meminimalisir pencalegan yang berbiaya tinggi (high cost) serta tidak menempatkan perempuan sekadar sebagai pelengkap pada posisi sepatu ataupun sebatas voting kumpul semata. (*/kat)

Discover more from banteninside

Subscribe to get the latest posts to your email.

Leave a Reply

Back to top button