Pilkada

Pilkada Serentak 2024, Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Bersejarah

Dalam Sehari Kita Memilih Gubernur, Bupati, dan Walikota Sekaligus

BANTEN – Pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, pertama kali dilaksanakan tahun 2005, menyusul ditetapkannya Undang-undang (UU) Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, menggantikan UU Nomor 22 Tahun 1999. Pada tahun 2024 akan menjadi sejarah dalam penyelenggaraan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, karena kita akan memilih mereka dalam satu hari sekaligus. Catat tanggal pelaksanaan Pemilihan Serentak tahun 2024 pada 27 November 2024

Meski demikian, kita tidak akan menemukan kata ‘dipilih langsung’ sebagai cara memilih kepala daerah, baik dalam undang-undang maupun Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945. Pasal 18 ayat (4) UUD  NRI Tahun 1945, yang menyatakan gubernur, bupati, dan walikota, masing-masing sebagai kepala pemerintahan provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Walau begitu, semua daerah menginterpetasikan bahwa pelaksanaan pilkada adalah dipilih langsung oleh rakyat. Ketentuan itu dipertegas dalam pasal 56 (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

baca juga http://banteninside.co.id/pilkada-langsung-di-banten-pertama-kali-digelar-di-cilegon/

Berubahnya sistem penyelenggaraan pilkada, memberikan peluang kepada kader-kader partai politik (parpol) untuk menduduki posisi sebagai gubernur, bupati, dan walikota, sepanjang diusung dan didukung parpol atau gabungan parpol dengan syarat jumlah persentase perolehan kursi di DPRD atau perolehan suara pemilu. Tapi, supermasi parpol dalam pengusungan calon kepala daerah akhirnya dipatahkan dengan terbitnya UU Nomor 22 Tahun 2008 yang merupakan perubahan dari UU Nomo 32 Tahun 2004. Ketentuan itu mengatur calon kepala daerah tidak harus diusung oleh parpol atau kemudian disebut calon perseorangan. Pasal 56 ayat (1) UU Nomor 22 Tahun 2008 menyatakan, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dan ayat (2) menyatakan, pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik, atau perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang yang memenuhi persyaratan. Sejak itulah Pilkada dapat diikuti oleh perseorangan atau dikenal juga degan istilah calon independen.

baca juga http://banteninside.co.id/calon-tunggal-pilkada-serentak-di-banten-petahana-menang-lawan-kotak-kosong/

Reformasi rezim pilkada terus bergulir seiring tuntutan berbagai pihak terkait sistem pemilihan kepala daerah yang berujung pada pemisahan ketentuan pilkada dari ketentuan pemerintahan daerah. Mantan Ketua Komisi II DPR RI Rambe Kamarul Zaman dalam bukunya, Perjalanan Panjang Pilkada Serentak, menceritakan dinamika perubahan UU 32 Tahun 2004 yang terjadi di akhir masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Rambe menuliskan bahwa Menteri Dalam Negeri era Presiden SBY, Gamawan Fauzi, pada 6 Juni 2012, menyampaikan secara RUU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. “Pada saat pertama kali diserahkan, RUU  itu diberi judul RUU Pemilihan Kepala Daerah,” tulis Rambe. resmi dengan konsep memisahkan aturan pilkada dan ketentuan urusan pemerntahan daerah. Setelah melalui proses panjang pembahasan dan gonta ganti draft RUU, akhirnya DPR dan Pemerintah menyetujui dan menetapkan UU Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, yang pada intinya menyatakan bahwa pemilihan gubernur, bupati, walikota tidak lagi dipilih langsung rakyat, melainkan oleh DPRD. Hal ini sontak mengundang reaksi pro dan kontra di masyarakat secara luas.

baca juga http://banteninside.co.id/calon-independen-di-banten-keok-terus/

Merespons penolakan masyarakat atas UU baru tersebut, masih menurut Rambe, Presiden SBY yang pada 2 Oktober 2014 mengesahkan UU 22 Tahun 2014, di hari yang sama pula SBY menerbitkan dua Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu. Pertama Perppu Nomor 1 Tahun 2014 yeng terdiri 206 pasal guna menganulir mekanisme pemilihan kepaa daerah dalam UU 22 Tahun 2014 sekaligus mencabut dan menyatakan tidak berlaku UU tersebut. Kedua, Perppu Nomor 2 Tahun 2014 yang membatalkan kewenangan DPRD memilih kepala daerah dalam UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Perppu Nomor 1 Tahun 2014 kemudian disetujui DPR menjadi UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota. UU ini kemudian mengalami dua kali revisi, yakni menjadi UU NOmor 8 Tahun 2015 dan terkahir menjadi UU Nomor 10 Tahu 2016. UU inilah yang menjadi landasan keserentakan pilkada secara nasional yang telah dilaksanakan dalam beberapa gelombang, mulai tahun 2015, 2017, 2018, 2020, dan tahun 2024 adalah yang paling besar, karena dalam satu hari yang sama kita akan memilih gubernur juga bupati atau walikota. (*)


Discover more from banteninside

Subscribe to get the latest posts to your email.

Leave a Reply

Back to top button