Kasus OTT Penyelenggara Pemilu di Medan Bisa Terjadi Juga di Daerah Lain
BANTEN – Pegiat Pemilu menilai kasus penyelenggara Pemilu yang terkena operasi tanglap tangan (OTT) bukanlah hal yang baru terjadi di Indonesia.
Baru-baru ini publik digegerkan atas pemberitaan Anggita Bawaslu Kota Medan yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) atas kasus pemerasan terhadap calon anggota legislatif (caleg).
Menanggapi hal tersebut, pegiat Pemilu, Dian Permata tidak kaget ketika ada penyelenggara Pemilu yang terkena OTT. Karena sebelum-sebelumnya juga pernah terjadi penyelenggara Pemilu yang terjaring OTT.
“Saya sih gak kaget karena dari data sudah banyak penyelenggara pemilu yang kena,” kata Dian Permata usai menjadi Nara sumber Media Meeting Bawaslu Kabupaten Serang di salah satu hotel Kabupaten Serang, Jumat, (17/11/2023).
Lihat juga Punya Nomor Urut, Ini Dia Visi-Misi Capres dan Cawapres
Menurut Dian, penyelenggara Pemilu yang paling fenomenal terkena OTT adalah Wahyu Setiawan (Komisioner KPU 2017-2022) yang terkena OTT atas suap penetapan anggota DPR RI periode 2019-2024.
Dikatakan Dian, ini pukulan telak bagi Bawaslu karena Bawaslu tidak belajar dari kasus yang pernah menimpa KPU saat Wahyu Setiawan terkena OTT.
“Dari kasus Wahyu Setiawan, Bawaslu tidak belajar, lantas bagaimana sekarang? Mau tidak mau Bawaslu harus melakukan MoU dengan PPATK. Kalau demikian masuk saja PPATK ke Bawaslu untuk misalnya meneliti rekening-rekening Komisioner Bawaslu,” ungkapnya.
Ungkap Dian, karena sejatinya sifat penyelenggara pemilu haruslah bersifat mandiri dan berintegritas.
Ia juga mengatakan, hal yang sama juga bisa terjadi di kota-kota lain karena suap menyuap tergantung dari pribadi masing-masing.
“Sangat mungkin karena tergantung orangnya. Kekuasaan itukan godaan terakhirnya suap, tinggal seberapa hebat dan seberapa kuat daya tahan dari godaan-godaan itu,” jelasnya.
Kalau ditarik benang putus-putusnya, kata Dian, bisa saja ada kaitannya dengan proses rekruitmen. Karena misalnya pada saat rekruitmen terjadi hanky panky, suap menyuap saat proses seleksi.
Tetapi, imbuhnya, tidak pernah ditemukan alat bukti pada saat seleksi tersebut.
“Bisa saja bisa saja (suap menyuap-red) cuma kita tidak memiliki alat bukti,” imbuhnya.
Dian menambahkan, saat ini proses rekruitmen juga belum bisa dikatakan sudah baik. Karena masih banyak suara-suara miring tentang komisioner penyelenggara pemilu terpilih. Yang kerap kali dituduh sebagai simpatisan partai. (ukt)