Pengamat Ragukan MK dalam Tangani Gugatan Pilpres 2024
BANTEN – Pengamat politik meyakini Mahkamah Konstitusi (MK) tidak akan mengabulkan gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) khususnya untuk Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2024.Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2024.
Pengamat Politik dan Kebijakan Publik yang juga Dosen Magister Administrasi Publik Universitas Esa Unggul, Harits Hijrah Wicaksana mengungkapkan keraguannya pada MK.
“Saya jujur tidak percaya, apakah akan dikabulkan gugatannya. Prediksi saya tidak, tidak mungkin dikabulkan apalagi menggagalkan kemenangan 02 (Prabowo-Gibran),” kata Harits melalui pesan Whatsapp, Jumat, (22/03/2024).
Menurut Harits, pasca putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat batas usia capres dan cawapres, MK menjadi lembaga yang tidak dipercaya oleh publik. Hal itu karena putusan tersebutlah yang menjadi awal mula pencalonan putra Presiden Joko Widodo yaitu Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres dari Prabowo Subianto.
“Dimana kita tahu sebelumnya ada perubahan syarat yang diajukan dan dikabulkan oleh MK. Salah satu yang diuntungkan adalah pasangan Prabowo-Gibran. Jadi pasal tersebut untuk Gibran,” ujarnya.
Dikatakan Harits, pasca putusan tersebut pimpinan MK terbukti melanggar kode etik melalui putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Menurutnya tidak ada yang bisa diharapkan dari pemimpin yang dilahirkan melalui pelanggaran kode etik.
“Etik itu di atasnya hukum, banyak hal yang tidak termaktub dalam hukum tapi termuat dalam etika,” tuturnya.
Selain itu, kata Harits, Pemilu 2024 permasalahannya semakin akut dibandingkan dengan Pemilu sebelumnya. Ia juga melihat banyak sekali dugaan praktik politik uang yang dianggap hal lumrah oleh masyarakat. Akan tetapi, tidak ada satupun pelaku politik uang yang ditindak oleh Bawaslu.
“Saya pikir Bawaslu sudah mengetahui meskipun masyarakat tidak memberikan laporan. Sehingga akhirnya Bawaslu hanya menonton saja, dan mungkin Bawaslu berdoa supaya tidak ada yang melaporkan. Pada akhirnya semuanya jadi pelaku jadi pemain, baik elit politiknya, masyarakatnya yang mengharapkan serangan fajar. Ini menjadi catatan penting,” jelasnya.
Bawaslu Pemberi Keterangan
Pada bagian lain, Ketua Bawaslu Kota Serang Agus Aan Hermawan mengungkapkan, Bawaslu dalam PHPU di MK sebagai pemberi keterangan. Karenanya, Bawaslu akan memberikan keterangan terkait pengawasan pada Pemilu 2024.
“Kita Bawaslu hanya 2 hal, yang pertama adalah apa yang sudah kita awasi dan penanganan pelanggaran. Kami melakukan pencegahan, lalu kalau ada pelanggaran yang tidak bisa dicegah maka kami lakukan penanganan pelanggaran,” ujarnya dalam agenda rapat koordinasi PHPU bersama peserta Pemilu di salah satu hotel di Kota Serang, Sabtu, (23/03/2024).
Menurut Agus Aan, PHPU di MK merupakan kesempatan bagi peserta Pemilu yang merasa kurang puas terhadap hasil Pemilu 2024 dan hal tersebut sudah dijamin dalam undang-undang. Ia meminta agar peserta Pemilu memanfaatkan ruang demokrasi yang sudah dibuka oleh undang-undang.
“Ruangnya dibuka oleh undang-undang sehingga perlu dimanfaatkan betul. Jangan sampai memanfaatkan jalur lain yang inkonstitusional,” katanya.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Ketua Divisi Penanganan Pelanggaran, Data dan Informasi Fierly Murdlyat Mabrurri menyampaikan, berdasarkan peraturan MK Nomor 2 dan 3 tahun 2023, kedudukan Bawaslu dalam PHPU adalah sebagai pemberi keterangan.
“Yang memohonkan adalah peserta Pemilu, termohonnya KPU sesuai jenjang. Jadi kami sifatnya adalah memberi keterangan atas pokok permohonan peserta pemilu. Kami ini bukan termohon di MK tapi sebagai pemberi keterangan,” kata Fierly.
Dikatakan Fierly, PHPU berkaitan erat dengan hasil Pemilu. Sehingga yang menjadi pokok permohonan adalah hasil pemilu berupa dokumen D Hasil baik kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan KPU.
“Yang menjadi objek permohonannya itu dan yang mengajukan adalah peserta Pemilu,” ungkapnya.
Fierly memastikan, proses penanganan pelanggaran di Bawaslu tetap berjalan sesuai mekanisme dan prosedur yang ada sepanjang syarat formil dan materilnya terpenuhi.
“Kami ingin memisahkan betul apa yang akan menjadi objek di MK dengan mekanisme penanganan pelanggaran di Bawaslu,” imbuhnya. (ukt)