Banten

Mahasiswa Tolak Demokrasi Diobrak Abrik DPR

BANTEN – Mahasiswa di Banten menggelar aksi unjuk rasa menolak Revisi Undang-undang (RUU) Pilkada oleh DPR yang dinilai akan merusak dan mengobrak-abrik konstitusi.

Mahasiswa di Kota Serang, Banten yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Pemuda Untuk Rakyat (Ampera) menggelagelar aksi unjuk rasa di lampu merah Ciceri, Kota Serang. Hal ini merupakan reaksi mahasiswa menolak RUU Pilkada yang dinilai bertentangan dengan putusan MK nomor 70 tentang batas Usia calon kepala daerah dan putusan nomor 60, terkait ambang batas pencalonan Kepala Daerah.

Humas aksi, M Nurlatif mengatakan, aksi ini merupakan amarah rakyat merespon gelagat DPR yang mengobrak-abrik demokrasi dan konstitusi. Selain itu, ia juga menyinggung bahwa DPR telah mengkhianati rakyat.

“Segala bentuk konstitusi milik rakyat dan harus ditegakan,” tegasnya di sela-sela aksi di sekitar lampu merah ciceri, Kamis, (22/08/2024).

Lihat juga Mahasiswa Banten Demo Tolak Revisi RUU Pilkada oleh DPR yang Melakukan Pembangkangan Terhadap Putusan MK

Latif mengatakan, mahasiswa mendesak agar DPR mematuhi putusan yang telah ditetapkan oleh MK yang bersifat final dan binding. Apabila DPR tetap memaksakan merevisi UU Pilkada, maka gerakan mahasiswa dan masyarakat akan semakin besar.

“Bukan tentang Pilkada tapi tentang demokrasi dan konstitusi. Bagi kami gerakan yang dilakukan rezim hari ini telah mencederai konstituai dan demokrasi,” tegasnya.

Berdasarkan pantauan banteninside.co.id, di lampu merah Ciceri mahasiswa sempat memblokade jalan dan membakar ban bekas di tengah aksi. Selain itu, para mahasiswa juga melakukan teatrikal dengan membawa burung garuda dan bendera merah putih berkeliling sembari membawa buku. Pada akhirnya sekitar pukul 19.00 WIB akhirnya massa aksi membubarkan diri dengan tertib.

Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan Partai Buruh dan Partai Gelora terhadap UU Pilkada. Sehingga partai politik (parpol) atau gabungan parpol peserta Pemilu bisa mengajukan calon kepala daerah meski tidak memiliki kursi DPRD.

Mahkamah Konstitusi telah memutus perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 pada Selasa, (20/08/2024) di gedung MK RI. Dalam perkara tersebut, MK mengabulkan sebagian gugatan para pemohon sehingga MK menyatakan Pasal 40 ayat (3) UU Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada inkonstitusional. Akibatnya, syarat pencalonan di Pilkada lagi sebesar 25 persen perolehan suara partai politik atau gabungan partai politik hasil Pileg DPRD atau 20 persen kursi DPRD.

“Menyatakan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan, dikutip dari lama live streaming Youtube MK.

Seperti diketahui, di Provinsi Banten saat ini hanya tersisa PDIP dan Golkar yang belum menyatakan berkoalisi dengan partai manapun. Sementara partai lainnya telah mendeklarasikan diri untuk mengusung pasangan Andra Soni-Dimyati Natakusumah di Pilgub Banten. Dengan Adanya putusan ini, PDIP maupun Golkar bisa mengusung calon gubernurnya sendiri tanpa harus berkoalisi.

Karena berdasarkan putusan MK ini, ambang batas pencalonan gubernur Banten hanya membutuhkan 7,5 persen suara pada pileg sebelumnya. PDIP dan Golkar merupakan 2 partai di Banten yang saat ini belum mendukung siapapun. Adapun perolehan suara PDIP pada Pileg DPRD Banten 2024 yaitu sebanyak 853.565 suara atau 13,22 persen. Sedangkan Golkar memperoleh 932.670 suara atau 14,45 persen. Dari total suara sah Pileg DPRD Banten sebesar 6.454.416 suara.

MK menafsirkan ulang syarat persentase suara selain kursi, yakni sesuai jumlah penduduk yang ada di wilayah tersebut. Sehingga parpol atau gabungan parpol peserta Pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:

Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:
a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap (DPT) sampai dengan 2 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 persen di provinsi tersebut.

b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada DPT lebih dari 2 juta jiwa sampai 6 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% di provinsi tersebut.

c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada DPT lebih dari 6 juta jiwa sampai 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5 persen di provinsi tersebut

d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada DPT lebih dari 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5 persen di provinsi tersebut

Sementara itu, untuk mengusulkan calon di Kabupaten/Kota yaitu:

a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada DPT lebih dari 250 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 persen di kabupaten/kota tersebut

b. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada DPT lebih dari 250 ribu sampai 500 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5 persen di kabupaten/kota tersebut

c. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada DPT lebih dari 500 ribu sampai 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5 persen di kabupaten/kota tersebut

d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada DPT lebih dari 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5 persen di kabupaten/kota tersebut. (ukt)

Related Articles

Leave a Reply

Back to top button
Home
Search
Daftar
Laporkan
Stats