Penerimaan Siswa Baru 2025, Mekanisme Pendaftaran Membingungkan, Minim Informasi, dan Tak Transparan

BANTEN – Proses pendaftaran siswa baru dengan sistem penerimaan dikeluhkan sejumlah wali calon murid SMA di Kota Serang.
Mereka menyebut proses seleksi membingungkan, minim informasi, dan tidak transparan, terutama terkait kuota sekolah dan verifikasi dokumen domisili.
Salah satunya adalah Rini Koranti, wali calon murid yang mengikuti jalur domisili di SMAN 3 Kota Serang. Menurutnya proses pendaftaran secara online tidak diiringi dengan informasi yang jelas tentang tahapan verifikasi berkas.
“Kami gaptek, jadi banyak mengandalkan informasi dari anak atau teman. Saat ini bingung, apakah harus datang ke sekolah atau menunggu proses secara daring,” ujarnya di SMAN 3 Kota Serang usai berkonsultasi ke posko pengaduan.
Lihat juga Ketika SMA Negeri di Banten Menerapkan Sistem Bisnis BLUD
Rini menilai tidak ada kejelasan apakah dokumen akan diverifikasi langsung di sekolah atau cukup melalui sistem online.
“Kalau dulu setelah daftar online, kita datang ke sekolah untuk menyerahkan berkas. Sekarang tidak tahu, karena tidak ada panduan resmi,” tuturnya.
Lihat juga Ketika SMA Negeri di Banten Menerapkan Sistem Bisnis BLUD
Rini juga mengeluhkan keterbatasan pilihan sekolah negeri. Dalam sistem SPMB, hanya ada satu pilihan sekolah negeri, sementara pilihan kedua, siswa harus sekolah swasta yang ditetapkan pemerintah sebagai mitra proyek sekolah gratis.
“Kita asal pilih saja swasta yang mana, karena tidak tahu harus memilih yang mana,” katanya.
Rini juga menyoroti pemilihan sekolah sangat bergantung pada alamat tempat tinggal yang tercantum dalam kartu keluarga (KK).
“Kami tidak bisa pilih SMA lain. Titik koordinat rumah memaksa kami hanya bisa mendaftar di sini (SMAN 3 Kota Serang),” jelas Rini.
Rini berharap, pemerintah bisa menyederhanakan mekanisme pendaftaran agar lebih mudah dipahami oleh masyarakat awam.
“Cari sekolah sekarang lebih susah dari cari kerja. Padahal kami cuma ingin yang simpel-simpel saja, jelas alurnya, tahu hasilnya,” pungkasnya.
Wali calon murid lainnya juga mengeluhkan hal serupa, Layla menyampaikan bahwa sistem tahun ini berbeda dari sebelumnya. Jika sebelumnya terdapat jalur zonasi yang mengandalkan jarak rumah ke sekolah, saat ini telah digantikan oleh jalur domisili yang mengandalkan alamat dalam kartu keluarga (KK).
Layla mengeluhkan terkait perbedaan alamat tempat ia tinggal saat ini dengan alamat yang tertera di KK menjadi penghalang dalam seleksi jalur domisili.
“Saya domisili di Taktakan, tapi kartu keluarga saya alamatnya masih di Kecamatan Serang,” tuturnya.
Akibatnya, kata Layla, hal tersebut menjadi kendala bagi anaknya ketika mendaftar ke SMAN 3 Kota Serang. Ia juga mengeluhkan minimnya informasi mengenai pilihan sekolah, baik negeri maupun swasta.
“Kita tidak tahu kuota di sekolah negeri itu berapa. Bahkan daftar sekolah swasta di Kota Serang saja nggak ada informasinya. Cari di internet, malah kebanyakan sekolah dari Tangerang,” terangnya.
Layla juga menyebutkan terkait masih adanya praktik percaloan dalam proses pendaftaran. Hal itu ia ketahui saat ditawari oleh seseorang yang mengaku bisa memasukkan anaknya ke sekolah negeri.
“Kami jadi bingung. Informasi simpang siur, malah ada yang nawarin lewat jalur belakang,” keluhnya.
Layla berharap pemerintah daerah dan dinas pendidikan memberikan kejelasan dan mempermudah akses informasi agar tidak merugikan siswa yang berpotensi.
“Kalau begini terus, orang tua bisa frustrasi. Suami saya sampai berpikir nyekolahin anaknya lewat program kesetaraan (Paket C),” imbuhnya. (ukt)