Jadi Saksi Kasus Pagar Laut, Mantan Kepala DKP Banten Sempat Pertanyakan Penerbitan SHM ke BPN
BANTEN – Mantan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten, Eli Susiyanti menjadi saksi dalam sidang kasus pagar laut di Pesisir Kabupaten Tangerang.
Eli dihadirkan menjadi saksi dalam sidang kasus korupsi pagar laut yang menjerat empat terdakwa yakni Kades Kohod Arsin bin Asip, Ujang Karta, Septian Prasetyo dan Candra Eka Agung Wahyudi di Pengadilan Tipikor PN Serang, Selasa (04/11/2025). Tak hanya Eli, Jaksa juga menghadirkan satu saksi lain yakni Didit Eko Prasetyo yang merupakan ASN Kementerian Kelautan Perikanan (KKP).
Eli dihadirkan dalam sidang karena kala itu berstatus sebagai Kepala DKP Provinsi Banten. Meskipun kini ia telah dirotasi menjadi Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Banten terhitung sejak 3 November 2025.
Eli mengatakan bahwa sekitar pertengahan Juli 2023, pihaknya menerima laporan adanya aktivitas pemagaran di kawasan pesisir. Setelah laporan diterima, DKP menugaskan tim untuk meninjau lokasi bersama Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), KKP, dan stakeholder lain.
Namun, kata Eli, pada saat survei pertama dirinya tidak bertemu dengan orang yang bisa dikonfirmasi terkait pemagaran tersebut. Dua minggu kemudian pihaknya kembali bersama tim dari DKP serta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) ke lokasi dan baru bertemu dengan pekerja.
”Mereka hanya sebagai pekerja tidak mengetahui siapa pemilik proyek (pemagaran),” katanya dalam sidang.
Eli menjelaskan, lokasi pemagaran yang disurvei itu berada di perairan Desa Ketapang, Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang. Pihaknya kemudian melakukan koordinasi dengan berbagai instansi, termasuk KKP, HNSI, dan pemerintah daerah.
Barulah sekitar Oktober 2023, DKP bersama kapal patroli KKP kembali meninjau lokasi dan menemui camat serta kepala desa. Dari hasil pertemuan itu, diketahui bahwa pihak kecamatan maupun desa tidak pernah memberikan rekomendasi atau izin terhadap pembangunan pagar laut tersebut.
“Dari hasil pemotretan udara, panjang total pagar bambu di sepanjang pesisir Banten mencapai sekitar 30,16 kilometer. Di enam kecamatan dengan total 16 desa, termasuk di Desa Kohod,” jelas Eli.
Dalam keterangannya, Eli menuturkan bahwa DKP juga pernah menerima surat dari Dirjen Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut KKP yang berisi rekomendasi terkait pengajuan hak atas lahan pesisir, namun surat tersebut tidak memiliki nomor maupun tanggal. Setelah dikonfirmasi ke pihak Kementerian, surat itu dinyatakan tidak benar.
Selain itu, Eli mengungkapkan pernah berkoordinasi dengan Kantor Wilayah ATR/BPN Banten dan Kantor Pertanahan BPN Kabupaten Tangerang setelah mengetahui adanya penerbitan sertifikat Hak Milik (SHM) dan Hak Guna Bangunan (SHGB) di wilayah laut Desa Kohod.
“Pihak BPN menjelaskan bahwa penerbitan sertifikat tersebut sudah sesuai mekanisme. Padahal hasil overlay menunjukkan lokasi itu merupakan wilayah laut,” katanya.
Eli juga mengaku sempat menerima surat dari firma hukum Septian yang meminta rekomendasi untuk penerbitan hak milik berdasarkan letter C yang dimiliki warga.
Namun, setelah dicek, koordinat lokasi tersebut berada di kawasan perairan yang menurut Perda Banten Nomor 1 Tahun 2023 masuk dalam zona pelabuhan laut, perikanan tangkap, pariwisata, pelabuhan perikanan, pengelolaan energi, serta perikanan budidaya. (ukt)






