OpiniPolitik

Sungguhkah Politik Uang mau Diberantas? Ini Ancaman Pidana Politik Uang di Pemilu 2024

Praktik politik uang dipahami sebagai racun dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu), baik presiden/wakil presiden maupun anggota DPD, DPR, dan DPRD, serta Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

Khusus dalam penyelenggaraan Pemilu, kesan minimalis tampak dalam rumusan pasal-pasal yang mengatur larangan melakukan praktik politik uang yang hanya mencakup beberapa tahapan saja dari keseluruhan tahapan Pemilu, serta hanya dapat menjerat beberapa pihak yang sangat terbatatas.

Dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Pemilu, politik uang didefinsikan sebagai tindakan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya, yang antara lain terlihat pada pasal  278, ayat (2), selama masa tenang sebagaimana dimaksud dalam’ pasal 276, pelaksana, peserta, dan/atau tim kamparrye

Pemilu Presiden dan wakil Presiden dilarang menjanjikan

atau memberikan imbalan kepada pemilih untuk:

  1. tidak menggunakan hak pilihnya;
  2. memilih Pasangan Calon;
  3. memilih Partai Politik Peserta pemilu tertenhr;
  4. memilih calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DpRD
  5. memilih calon anggota DPD tertentu

Lalu di pasal 280 tentang larangan kampanye, ayat (1) huruf j, pelaksana, peserta, tim kampanye Pemilu dilarang dan seterusnya, hingga pada huruf j berbunyi, menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye Pemilu.

LIhat juga Parpol Bisa Ganti Bakal Caleg saat Masa Pencermatan DCS

Berdasarkan rumusan pasal tersebut maka yang dilarang melakukan tindakan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya adalah pertama, pelaksana kampanye.

Undang-undang menyebutkan, pelaksana kampanye Pemilu Presiden dan Wakil presiden terdiri atas pengurus Partai Politik atau Gabungan partai Politik pengusul, orang-orang, dan organisasi penyelenggara kegiatan yang ditunjuk oleh peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden  Biasanya ditetapkan dalam bentuk surat keputusan terkait siapa siapa saja yang ditunjuk sebagai pelaksana kampanye (pasal 269, ayat (1)). Pelaksana kampanye dibentuk di, pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.

Sedangkan, pelaksana kampanye Pemilu anggota DPR terdiri atas pengurus partai politik peserta Pemilu DPR, calon anggota DPR, juru kampanye Pemilu, orang seorang, dan organisasi. yang ditunjuk oleh Peserta Pemilu anggota DPR. Pelaksana kampanye ini juga ditetapkan dengan surat keputusan dari peserta Pemilu, pasal 270, ayat (1). Dibentuk di pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.

Selanjutnya pelaksana kampanye Pemilu anggota DPD terdiri atas calon anggota DPD, orang seorang, dan organisasi yang ditunjuk oleh peserta Pemilu anggota DPD.

Kedua, peserta kampanye adalah warga atau masyarakat atau pemilih yang ikut dalam kampanye. Ketiga, tim kampanye adalah tim yang bertugas menyusun seluruh kegiatan tahapan kampanye dan bertanggung jawab atas pelaksanaan teknis penyelenggaraan kampanye yang dibentuk oleh peserta Pemilu, baik Pemilu Presiden/Wakil Presiden, Pemilu Anggota DPR, Pemilu Anggota DPD, dan Pemilu DPRD, (pasal 269 dan 270).

Ketentuan mengenai sanksi jika larangan pad apasal 280 ayat (1) huruf j dilanggar, tercantum pada pasal 284, dalam hal terbukti pelaksana dan tim kampanye pemilu menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye Pemilu secara langsung atau tidak langsung untuk ;

  1. tidak menggunakan hak pilihnya
  2. menggunakan hak pilihnya dengan memilih peserta pemilu

dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah;

  1. memilih Pasangan Calon tertentu;
  2. memilih Partai Politik Peserta pemilu tertentu; dan/atau
  3. memilih calon anggota DPD tertentu,

dijatuhi sanksi sebagaimana diatur dalam undang-undang

TERBATAS TAHAPAN DAN OBJEK TERTENTU

Sanksi pidana bagi pelaku politik uang terkesan diminimalisasi sedemikian rupa, sehingga hanya beberapa pihak tertentu saja yang dapat dijerat pasal pidananya. Pun hanya pada beberapa tahapan saja pasal-pasal pidana tersebut dapat dikenakan sebagai sanksi kepada yang melanggarnya.

Tahapan Kampanye

Ketentuan pidana pada pasal 523, ayat (1)  menyatakan, setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta Kampanye Pemilu secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.OOO.OOO,OO (dua puluh empat juta rupiah).

Dari rumusan pasal tersebut, terlihat aturan ini, pihak yang dilarang melakukan perbuatan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya secara langsung atau tidak langsung dengan tujuan sebagai imbalan kepada peserta kampanye pada tahapan kampanye adalah pelaksana kampanye, peserta kampanye, dan tim kampanye. Untuk memperjelas perbuatan pidananya maka harus juga dilihat ketentuan pasal 284, bahwa pemberian imbalan sengaja diberikan dengan maksud agar peserta kampanye (a) tidak menggunakan hak pilihnya, (b) menggunakan hak pilihnyadengan memilih peserta pemilu dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, (c) memilih pasangan calon tertentu, (d) memilih partai politik tertentu, dan/atau (e) memilih calon anggota DPD tertentu.

Masa Tenang

Rumusan hampir serupa megatur tentang larangan melakukan hal sama pada tahapan masa tenang, tercantum dalam pasal 278 ayat (2). Masa tenang adalah masa setelah selesai tahapan kampanye yang waktunya tiga hari sebelum hari pemungutan suara.

Pada pasal 523 ayat (2), setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja pada Masa Tenang menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada Pemilih secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimsna dimaksud dalam Pasal 278 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp48.000.000,00 (empat puluh delapan juta rupiah.

Rumusannya sama bahwa pemberian imbalan sengaja diberikan dengan maksud agar peserta kampanye (a) tidak menggunakan hak pilihnya, (b) menggunakan hak pilihnyadengan memilih peserta pemilu dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, (c) memilih pasangan calon tertentu, (d) memilih partai politik tertentu, dan/atau (e) memilih calon anggota DPD tertentu.

Pemungutan dan Penghitungan Suara

Rumusan berbeda tercantum pada pasal 523 ayat 3 yang mengatur larang praktik politik uang pada tahapan pemungutan dan penghitungan suara. Dalam pasal tersebut dinyatakan, setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).

Berdasar pasal tersebut, siapa saja atau semua orang, bisa dipidana jika melakukan perbuatan menjanjikan atau memberikan uang atau barang lainnya pada hari pemungutan suara kepada pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta Pemilu tertentu.

Pidana Mengajak Golput

Istiah Golut atau golongan putih, merujuk pada sikap tidak menggunakan hak pilihnya pada Pemilu. Sampai saat ini tidak ada ketentuan yang melarang maupn sanksi bagi warga atau pemilih yang tidak menggunakan haknya. Asalkan, dia tidak mengajak orang lain untuk mengikuti sikap Golput itu. Jika ajak itu dilakukan maka berlaku ketentua pidana pada pasal 515 yang berlaku bagi semua orang.

LIhat juga Ini Lokasi Terlarang Dipasangi Alat Peraga Kampanye, Peserta Pemilu Wajib Tahu

Pasal itu berbunyi, setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tert€ntu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).

Kendati demikian, dalam rumusan pasal itu dapat diartikan ajak seseorang kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya dapata dipidana jika dilakukan pada tahapan pemungutan dan penghitungan suara.

KESIMPULAN

Semua kententuan di atas mengacu pada Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Pemilu yang mengatur, mulai persiapan tahapan, larangan serta sanksi, termasuk ketentuan pidana, berikut hukum formil dalam penananganan setiap jenis pelanggaran Pemilu. Praktik politik uang dikategorikan sebagai pelanggaran pidana Pemilu.

Meski telah ada ketentuan pidana, tampak tetap ada celah hukum yang membuat longgar penegakan hukum atas praktik politik uang. Hal ini karena tidak semua tahapan ada larangan praktik politik uang oleh peserta Pemilu, serta terbatasnya objek hukum perbuatan menjanjikan dan memberikan uang atau barang lainnya, yang hanya bisa menjerat pelaksana kampanye, peserta kampanye, dan tim kampannye.

Ini berarti, jika pelakunya di luar ketentuan objek hukum dimaksud maka akan jadi tantangan sendiri bagi penegak hukum dalam Sentra Penegakan Hukum Terpadu untuk menjerat pelaku dengan pasal politik uang dalam Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu. Bahkan, ada potensi pelaku politik yang tersebut lolos dari jeratan hukum.

Karenanya, butuh keceramatan sekaligus terobosan dari Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) yeng menjadi pintu pertama setiap penanganan pelanggaran Pemilu, juga Kepolisian dan Kejaksaan yang tergabung dalam Sentra Gakumdu pada saat melakukan pembahasan kasus politik uang agar pelaku tidak lolos dari jerat hukum. (*)

 

 

Leave a Reply

Back to top button
Home
Search
Daftar
Laporkan
Stats