Tak Revisi PKPU 10/2023, PP Aisyiah Tanggih Janji KPU kepada Masyarakat
BANTEN – Sikap KPU RI yang tak mau mengubah PKPU 10/2023 dikritik Pimpinan Pusat Aisyiyah yang mendesak untuk segera mengubah peraturan tentang pencalonan anggota DPR dan DPRD, khususnya pasal 8 tentang penghitungan keterwakilan perempuan.
Dietahui. pada 17 April 2023, KPU menerbitkan Peraturan KPU No. 10 Tahun 2023 untuk mengatur pencalonan anggota DPR. DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota pada Pemilu 2024. Dalam pasal 8 ayat (2) huruf a, disebutkan bahwa: Dalam hal penghitungan 30% (tiga puluh persen) jumlah Bakal Calon perempuan di setiap Dapil menghasilkan angka pecahan maka apabila dua tempat desimal di belakang koma bernilai kurang dari 50 (lima puluh), hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah.
Dalam pernyataan sikap PP Aisyiah yang diterima banteninside.co.id, Ketua Umum PP Aisyiah Salmah Orbayinah dan Sekretaris PP Aisiyah Tri Hastuti Nur Rochimah, menyatakan bahwa Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah yang mendesak seluruh penyelenggara Pemilu yakni, KPU, Bawaslu dan DKPP untuk:
Lihat juga : Diprotes Aktivis Perempuan, KPU RI Melehoy, PKPU 10/2023 Mau Diubah
- Segera merealisasikan janjinya kepada masyarakat Indonesia dan gerakan keterwakilan perempuan untuk merevisi ketentuan Pasal 8 ayat (2) PKPU 10/2023 dan mengembalikannya pada ketentuan yang sejalan dengan Pasal 245 UU 7/2017, yakni “Dalam hal penghitungan 30% (tiga puluh persen) jumlah bakal calon perempuan di setiap Dapil menghasilkan angka pecahan, dilakukan pembulatan ke atas”.
- Mewujudkan dan memenuhi keterwakilan perempuan dalam komposisi Tim Seleksi ataupun keanggotaan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota. Serta menyertakan kebijakan afirmasi yang tegas dalam Peraturan KPU tentang Seleksi Calon Anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota agar tidak menegasikan dan menihilkan keterwakilan perempuan dalam pengisian keanggotaan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota. Demikian halnya Bawaslu beserta jajarannya sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan pemilu harus mengimplementasikan affirmative action untuk terpenuhinya keterwakilan perempuan paling sedikit 30%.
- KPU, Bawaslu, dan DKPP harus menyusun kebijakan tata kelola organisasi penyelenggara pemilu yang berperspektif adil dan setara gender dalam pengaturan, implementasi, dan pengelolaan tahapan ataupun organisasi pada setiap tingkatannya.
- KPU mendorong partai politik untuk secara aktif membuka peluang seluas-luasnya kepada caleg perempuan di partai politiknya melalui kebijakan affirmative action. Partai politik juga harus berkomitmen meminimalisir pencalegan yang berbiaya tinggi (high cost) serta tidak menempatkan perempuan sekadar sebagai pelengkap pada posisi sepatu ataupun sebatas voting kumpul semata. (*/kat)