Nasional

Anggota DPR Desak PPh Pasal 21 Dikaji Ulang, Pabrik Tutup dan PHK Massal Jadi Sorotan

JAKARTA – Komisi XI DPR RI menggelar Rapat Kerja dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada Rabu (13/11/2024). Dalam rapat tersebut, Anggota Komisi XI DPR RI, Jiddan, mendesak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk mengkaji ulang Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21. Menurutnya, tingginya tarif PPh 21 turut berkontribusi terhadap meningkatnya kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) dan penutupan pabrik di Indonesia.

 “PPh 21 yang cukup tinggi perlu dianalisis kembali. Kita melihat fenomena saat ini banyak pabrik yang tutup dan terjadi PHK massal di berbagai tempat. Ini menunjukkan adanya kenaikan beban yang tajam,” ujar Jiddan di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, mengutip dpr.go.id.

 Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia meningkat dari 5,86 persen pada Agustus 2023 menjadi 6,12 persen pada Agustus 2024. Di sektor manufaktur, laporan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyebutkan bahwa sekitar 1.200 pabrik tutup sepanjang 2024, yang menyebabkan lebih dari 150.000 pekerja kehilangan pekerjaan.

Lihat juga Angka Pengangguran di Banten Masih Tinggi, Tembus Lebih dari 414.000 Orang

 Jiddan mempertanyakan apakah kondisi tersebut dipicu oleh beban upah pegawai, mengingat upah minimum regional (UMR) atau upah minimum provinsi (UMP) tidak mengalami kenaikan signifikan selama beberapa tahun terakhir.

 Selain PPh 21, Jiddan juga menyoroti kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Berdasarkan survei Apindo, lebih dari 70 persen pengusaha merasa kenaikan PPN ini memperberat beban operasional dan mengurangi daya saing produk dalam negeri.

 Jiddan menekankan pentingnya sosialisasi kebijakan perpajakan secara lebih luas, dengan melibatkan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda). Hal ini bertujuan agar masyarakat dan pengusaha mendapatkan pemahaman yang baik terkait kebijakan perpajakan yang diterapkan.

 “Kantor perwakilan Kemenkeu di seluruh Indonesia perlu mengundang Forkopimda dan pengusaha setempat untuk memberikan edukasi mengenai manfaat kenaikan PPN menjadi 12 persen. Edukasi ini penting agar masyarakat dapat memahami dan menerima kebijakan yang ada,” tegas Jiddan.

Dalam analisis dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, selain pajak, kenaikan biaya bahan baku impor akibat melemahnya nilai tukar rupiah dari Rp14.900 per dolar AS pada Januari menjadi Rp15.600 pada November 2024, turut memperberat industri manufaktur.

 Pada kesempatan tersebut, Jiddan juga menyampaikan aspirasi pengusaha dari daerah pemilihannya di Jawa Timur X (Lamongan dan Gresik), terutama terkait pelaksanaan Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK). Ia berharap Kemenkeu dapat memberikan perhatian khusus agar beban pajak tidak semakin memberatkan dunia usaha di tengah kondisi ekonomi yang menantang saat ini.

Analisis kritis dan kebijakan yang lebih terarah diharapkan mampu mengatasi tantangan di sektor manufaktur, yang menyumbang lebih dari 19 persen Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dan menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. (red)

Related Articles

Leave a Reply

Back to top button
Home
Search
Daftar
Laporkan
Stats