BantenOpini

Antara Nyata atau Hanya Angan Semata: SPI dan Upaya Mencegah Korupsi di Pemerintahan Daerah

“Bapak ibu dimohon untuk hadir di ruang rapat kepala dinas hari ini jam 9.00 WIB karena akan ada tim dari inspektorat yang akan paparkan hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) 2023”, pesan singkat mendarat di grup kantor pagi itu.

Ruang rapat kepala dinas telah penuh, 3 (tiga) orang tim inspekorat telah menduduki kursinya masing-masing, layar in focus dinyalakan, kami semua tekun melihat paparan.

“Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merilis hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) 2023 dengan skor indeks 70,97 (tujuh puluh koma sembilan puluh tujuh) dari skala 0-100 (nol sampai seratus). Skor ini mengalami penurunan dari capaian tahun sebelumnya dengan skor indeks 71,94 (tujuh puluh satu koma sembilan puluh empat).

Saya langsung ingat pernah membaca hal tersebut pada sebuah berita di media online. Dalam berita tersebut pimpinan KPK Johannes Tanak menyatakan penurunan nilai rata-rata nasional SPI ini harus disikapi dan ditindaklanjuti secara serius. Karenanya, Tanak mengajak seluruh penyelenggara negara di pemerintah pusat dan daerah bekerja keras untuk kembali menguatkan integritas.

Tanpa berlama-lama selanjutnya di layar terpampang hasil SPI instansi pemerintah di mana kami mengabdi. Tampilan kurang lebih begini: Total Rerata Nilai Provinsi 71,52 (tujuh puluh satu koma lima puluh dua) dan dari data internal, artinya dari hasil survei kepada para pegawai pemerintah yang terpilih untuk menjadi responden dan mendapatkan WA Blast didapat hasil: Risiko Suap/Gratifikasi 23,69 (dua puluh tiga koma enam puluh sembilan) artinya ada 23.69% (dua puluh tiga koma enam puluh sembilan persen) pegawai yang menilai adanya suap/ gratifikasi di instansi.

Selanjutnya Risiko Trading in Influence 24,22 (dua puluh empat koma dua puluh dua) artinya ada 24.22% (dua puluh empat koma dua puluh dua persen) pegawai yang menilai adanya pengaruh dari pihak lain terhadap keputusan/ kebijakan/ proses layanan di instansi (termasuk calo, dll).

Demikian seterusnya hasil survei ditampilkan, termasuk dipaparkan juga hasil survei atas komponen Risiko Pengelolaan Barang Jasa (PBJ) sehingga diketahui berapa persen pegawai yang menilai adanya permasalahan dalam proses Pengadaan Barang dan Jasa di instansi (termasuk nepotisme, gratifikasi dalam pengadaan, dll). Kemudian berapa persentase pegawai yang menilai adanya penyalahgunaan fasilitas kantor di instansi untuk kepentingan pribadi. Ini lumayan mengejutkan, karena ada 58.56% (lima puluh delapan koma lima puluh enam persen) pegawai yang menilai risiko penyalahgunaan fasilitas kantor terjadi di instansinya.

Bagaimana dengan risiko nepotisme dalam pengelolaan SDM?. Ternyata ada 31.45% (tiga puluh satu koma empat puluh lima persen) pegawai yang menilai adanya pengaruh hubungan personal (kekerabatan, dekat dengan pejabat, kesamaan almamater, dll) dalam promosi/ mutasi SDM di instansi.

Saya lalu mengkhayal, tim inspektorat dan pimpinan kantor pasti setelah ini akan segera melakukan mitigasi, mencari kebenaran dan fakta-fakta terkait hasil survei persepsi tersebut, membentuk semacam tim pencari fakta, lalu dilakukan langkah-langkah terukur untuk mencegah hal yang sama terjadi di tahun ini dan tahun-tahun berikutnya.

Tim tersebut harus memastikan suap/gratifikasi musnah di seluruh instansi, pengaruh dari pihak lain terhadap keputusan/kebijakan/proses layanan enyah tak bersisa, penyalahgunaan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi lenyap tanpa ampun, dan tentu saja segala hal terkait nepotisme yang mempengaruhi hubungan personal dalam promosi/mutasi pegawai tercerabut hingga akar-akarnya. Sehingga yang tersisa hanyalah birokrasi yang berintegritas, melayani, dan rakyat bangga pada pemerintahnya.

Saya membayangkan, setelah ini, para calo tak akan berani lagi beroperasi dan para pegawai tak ada lagi yang berani coba-coba cari calo biar bisa naik jabatan. Karena,sebagai pelayan masyarakat, pastinya kita malu dengan rakyat jika tahu hasil survei persepsi internal saja sudah sedemikian tinggi.

Apalagi rincian hasil survei tersebut tersedia dan dapat diakses secara luas melalui aplikasi apik besutan KPK, JAGA.id. Aplikasi ini seperti yang disebut pada laman KPK, dibuat sebagai usaha pencegahan korupsi yang mendorong transparansi penyelenggaraan pelayanan publik dan pengolahan aset negara.

Jaringan Pencegahan Korupsi (JAGA) melibatkan peran masyarakat guna memantau, mengusulkan perbaikan, dan melaporkan penyimpangan. JAGA juga mendorong dan melibatkan pemerintah untuk merespon feedback dari masyarakat.

Aplikasi JAGA.ID ini bisa diakses melalui website maupun dapat menginstall langsung di Smartphone berbasis Android maupun IOS.

Selain hasil survei dengan responden internal, SPI juga melakukan survei kepada publik eksternal, dan yang mengejutkan sebanyak 96.57% narasumber ahli/ pemangku kepentingan menilai adanya pegawai yang meminta sesuatu kepada masyarakat (pungutan liar). Selanjutnya terkait Kualitas Transparansi Layanan, sebanyak 55.69% narasumber ahli/ pemangku kepentingan menilai buruk kualitas transparansi informasi alur proses layanan/ pelaksanaan tugas di instansi.

Maka dari hasil survei dengan responden eksternal tersebut, pahamlah kita jika cukup banyak kalangan masyarakat yang kemudian menjadi apriori terhadap pemerintah termasuk para aparaturnya. Padahal, tentu saja banyak pihak dapat menjamin bahwa kita tak kekurangan aparatur yang punya integritas. Namun apa daya, karena nila setitik maka rusaklah susu sebelanga.

Terkait hal itu secara khusus KPK menyebutnya sebagai ‘sangat mendesak’. Bahwa perlunya implementasi sistem pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang lebih mendorong kinerja pegawai, sehingga sistem meritokrasi dapat berjalan optimal, serta perlunya regulasi dan perangkat pendukung sebagai upaya mitigasi terjadinya conflict of interest.

Lebih jauh KPK menilai, benturan kepentingan merupakan bibit dari maraknya korupsi di lingkungan pemerintah.

Pada lamannya, KPK menuliskan bahwa kenaikan maupun penurunan skor SPI merupakan potret nyata potensi korupsi, sehingga diharapkan skor SPI dapat dijadikan panduan untuk perbaikan ke depan.

Dari pengukuran tersebut KPK secara nasional memberikan 7 (tujuh) rekomendasi penguatan dari 4 (empat) perbaikan utama yang meliputi biaya politik tinggi; digitalisasi pelayanan publik; penangan konflik kepentingan; dan komtimen pimpinan lembaga. Dan yang harus menjadi perhatian, KPK menggaris bawahi tentang komitmen nyata dari pimpinan lembaga baik di pusat maupun daerah.

“Bapak, ibu, melihat hasil SPI 2023 yang turun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, kami mengusulkan bagaimana jika pegawai yang mendapatkan WA Blast dari KPK, setelah mengisi kuisioner, diwajibkan meng-screenshoot pilihan-pilihan jawabannya atau mem-print outnya”, ujar salah seorang narasumber. “Atau, bisa juga dengan mengumpulkan terlebih dahulu pegawai yang mendapat WA Blast, untuk kemudian pengisian surveinya dilakukan bersama-sama dan disamakan jawabannya” lanjutnya.

Kami saling berpandangan.
Sebagai informasi, Survei Penilaian Integritas (SPI) merupakan survei untuk memetakan risiko korupsi dan kemajuan upaya pencegahan korupsi yang dilakukan Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah (KLPD).

Terdapat tiga jenis responden yang menjadi sasaran survei, yaitu Pegawai instansi publik; Masyarakat pengguna layanan publik dan pelaku usaha; dan Pemangku kepentingan lain (auditor, lembaga swadaya masyarakat, media massa, dan lainnya).

Penilaian internal menyangkut tujuh dimensi, yaitu transparansi, integritas dalam pelaksanaan tugas, perdagangan pengaruh (trading in influence), pengelolaan anggaran, pengelolaan pengadaan barang dan jasa, pengelolaan SDM, dan sosialisasi antikorupsi.

Penilaian eksternal meliputi transparansi dan keadilan layanan, upaya pencegahan korupsi, dan integritas pegawai. Teknis survei dilakukan secara daring dengan mengirimkan pesan massal (blast) via WhatsApp blast dari akun bercentang hijau dan email resmi yang mengarahkan ke situs web spi.kpk.go.id.
Dan untuk dapat menjadi responden SPI siapapun dapat mendaftar melalui link yang akan disebarluaskan atau memindai barcode yang dipublikasikan di tempat-tempat layanan publik dan juga di web JAGA.id

Terkait dengan responden instansi publik, pengawas internal instansi tersebut akan mengirimkan data pegawai, pengguna layanan, serta pelaku usaha yang menjadi mitra kepada KPK. Selanjutnya, data tersebut dipilih secara acak untuk dijadikan responden dan dikirimi tautan survei baik melalui WhatsApp blast maupun email blast.

Untuk mengisi survei hanya butuh waktu antara 5-15 menit. Identitas dan kerahasiaan jawaban responden dilindungi oleh KPK. Dari hasil survei, KPK akan mengirimkan sejumlah rekomendasi kepada setiap kementerian/lembaga/pemda agar ditindaklanjuti. Dengan begitu, perbaikan sistem di masing-masing instansi publik, sebagai upaya pencegahan korupsi, dapat terus dilakukan.
“Agar nilai SPI 2024 kita baik, coba nanti yang dapat WA Blast isinya yang baik-baik ya”, ujar pimpinan kantor pada suatu apel pagi.
S

ungguh suatu tindak lanjut hasil survei yang di luar dugaan. (*)

Leave a Reply

Back to top button
Home
Search
Daftar
Laporkan
Stats