Anggota Komisi X DPR RI : Tidak Boleh Ada Diskriminasi Gaji Dosen dan Tenaga Pendukung Perguruan Tinggi
JAKARTA – Dosen dan tenaga pendidikan pendukung di perguruan tinggi dinilai harus mendapatkan kesejahteraan yang lebih baik untuk kemajuan pendidikan Indonesia.
Dukungan itu disampaikan Anggota Komisi X DPR RI, Furtasan Ali Yusuf, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi X dengan beberapa pimpinan perguruan tinggi dan sivitas akademika di Gedung Nusantara I, DPR RI. Senayan, Jakarta, Selasa (5/11/2024).
Hadir dalam RDPU tersebut, yakni Pimpinan Universitas Indonesia, Pimpinan Institut Teknologi Bandung, Pimpinan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), Pimpinan Eksekutif Center for Innovation Policy and Governance (CIPG), Pimpinan Forum Direktur Politeknik Negeri Se-Indonesia, dan Perwakilan Serikat Pekerja Kampus.
“Saya merinding dan mau menangis mendengar apa yang disampaikan tadi, karena memang kondisi di lapangan seperti itu. Saya berterima kasih kepada Serikat Pekerja Kampus yang turut memperjuangkan hak dosen swasta agar mendapatkan gaji dan tunjangan yang layak,” ujar Furtasan dikutip dari dpr.go.id, Rabu (06/11/2024).
Politisi Fraksi Partai NasDem itu menegaskan pentingnya peran pemerintah dalam menciptakan kebijakan yang adil dan tidak diskriminatif bagi seluruh tenaga pengajar dan tenaga pendukung di perguruan tinggi.
Wakil rakyat dari daerah pemilihan Banten II ini berharap, pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka mengambil langkah konkret agar tidak ada lagi perbedaan antara perguruan tinggi swasta dan negeri dalam hal kesejahteraan tenaga kerja.
“Kita harus mendorong pemerintah untuk melahirkan kebijakan agar dosen dan tenaga pendukung mendapatkan gaji dan tunjangan yang layak, tanpa diskriminasi. Sehingga, tidak ada lagi istilah anak tiri atau dikotomi antara swasta dan negeri,” imbuhnya
Menutup pernyataannya, ia mengingatkan agar kondisi minimnya kesejahteraan ini tidak malah mengorbankan mahasiswa. Tidak itu saja, dirinya menyerukan perbaikan ekosistem perguruan tinggi agar lebih sehat dan kondusif.
“Ekosistem perguruan tinggi perlu dibangun oleh pemerintahan yang hadir dan responsif. Kelembagaan pendidikan juga harus disentuh dan dibenahi agar dampaknya positif bagi seluruh pemangku kepentingan. Insya Allah, kita berjuang bersama-sama,” pungkasnya.
Sebagai informasi, selain upah atau gaji, Pegawai Negeri Sipil (PNS) berhak atas tunjangan kinerja, serta fasilitas yang dapat mendukung pekerjaannya berdasarkan pasal 80 ayat 1 dan 2 dalam Undang-Undang Nomor 5 Tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang diundangkan pada 15 Januari 2014.
Akan tetapi, realita menyatakan sebaliknya. Diketahui, selama 4 (empat) tahun terakhir, tunjangan kinerja dosen yang bekerja di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) Satuan kerja (Satker) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) belum dibayarkan. Lamanya tunjangan kinerja tidak dibayarkan terhitung sejak dosen pada Organisasi Kemendikbud pada Pemerintahan periode kedua Presiden Jokowi yaitu mulai Januari 2020 hingga sekarang. Sehingga, Komisi X DPR menerima banyak laporan bahwa dosen dan tenaga pendukung perguruan tinggi hidup di bawah taraf kelayakan.
Demikian pula terjadi terhadap para dosen dan tenaga pendukung swasta. Berdasarkan hasil pendataan Serikat Pekerja Kampus (SPK) kepada 1.200 partisipan dosen aktif, ditemukan bahwa 42,9 persen dosen hanya menerima pendapatan tetap di bawah Rp3 juta per bulan. Demi bertahan hidup, para dosen bekerja untuk memperoleh sumber pendapatan lain akan tetapi tetap bernasib miris sebab ditemukan sebesar 53,6 persen dosen hanya mampu memperoleh tambahan penghasilan di bawah Rp1 juta per bulan. (red)