Banten

Berkah Ramadhan : Omset Penjualan Kue Tradisional Gipang Meningkat

BANTEN – Omset penjualan kue tradisional gipang meningkat saat bulan ramadhan hingga lebaran Idulfitri tahun 2025 Masehi/1446 Hijriah.

Gipang merupakan salah satu kue tradisional legendaris khas Indonesia yang masih populer sejak dahulu hingga saat ini. Kue berbahan dasar utama beras ketan dan gula yang dicairkan ini memiliki tekstur ringan, renyah, dan manis, menjadikannya panganan yang selalu ada di perayaan hari besar seperti saat lebaran Idulfitri.

Gipang tidak bisa sepenuhnya ditelusuri ke satu daerah tertentu di Indonesia. Akan tetapi makanan ini memiliki akar yang kuat dalam budaya lokal Nusantara, terutama di Jawa dan Banten.

Salah satu daerah yang penduduknya banyak memproduksi panganan ini berada di Kampung Magelaran Cilik, Kelurahan Mesjid Priyayi, Kecamatan Kasemen, Kota Serang. Kue tradisional ini mereka buat untuk dipasarkan ke beberapa wilayah di Banten.

Salah satu perajin bernama Nengsih mengatakan setiap bulan Ramadhan dan lebaran Idulfitri terdapat peningkatan produksi dan omset penjualan gipang. Hal itu karena gipang menjadi salah satu kue tradisional yang harus ada saat lebaran.

Lihat juga Pemprov Banten Tak Sanggup Kelola Banten Internasional Stadium (BIS)

Nengsih mengatakan, saat bulan Ramadhan ia mampu memproduksi sebanyak 35 kardus yang berisikan 12 toples gipang di setiap kardusnya. Berbeda dengan bulan-bulan sebelumnya yang tak sebanyak itu. Setiap toples, kata dia, dihargai Rp20 ribu. Gipang yang ia produksi sendiri hanya memiliki dua varian warna yakni warna hitam dan ungu, dengan diolesi selai kacang tanah.

“Ada peningkatan omset, satu kardus Rp240 ribu sehari dikali 35 kardus. Ya segitu lah,” kata Nengsih saat ditemui di rumah produksinya, Jumat, (14/05/2025).

Nengsih mengungkapkan, untuk memproduksi sebanyak itu, dibutuhkan setidaknya 100 kilogram beras ketan, 50 kilogram gula, 20 kilogram kacang tanah, dan 40 kilogram minyak untuk menggoreng beras ketan.

Dalam proses produksi, kata Nengsih, ia dibantu oleh 9 orang pekerja yang memiliki tugas berbeda-beda. Ada yang bertugas merebus beras ketan, menjemur beras ketan, mencairkan gula, maupun mencetak gipang ke atas cetakan.

“Udah dari nenek moyang, dari turun-temurun sekitar 50 tahun lebih (produksi gipang),” katanya.

Menurut Nengsih, hampir semua penduduk di Kampung Magelaran memproduksi kue yang sama dan juga kue satu, namun dirinya mengaku hanya memproduksi gipang.

“Ini cuma dipasarin di sekitar sini aja. Paling ke Tambak, Cikande kalau lebaran,” katanya.

Sementara itu, salah satu pembeli, Ida mengaku sudah berlangganan memesan kue ke Nengsih. Ia memesan gipang untuk dijual kembali ke pelanggan setianya.

“Kalau enggak ada pesenan gak kesini. Klo bulan puasa ningkat pesenannya. Rasanya mantap,” ujarnya. (ukt)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button